Alissa Wahid: Urusan Agama Tidak Masuk Otonomi Daerah Lho

Jakarta, Deras.id – Putri sulung Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid menanggapi soal pemberian izin untuk Muhammadiyah beribadah sholat Ied di Kota Sukabumi dan Pekalongan.

“Waduuuh. Harusnya hal seperti ini tidak terjadi. Adalah hak warga Muhammadiyah, NU, Persis, Aboge dan lain-lain untuk beribadah pada waktu yang mereka yakini,” kata Alissa dalam retweet-nya menanggapi unggahan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti pada Senin (17/4/2023) kemarin.

Alissa menilai bahwa kebijakan pemberian izin penggunaan lapangan untuk sholat Ied warga Muhammadiyah di kota Sukabumi adalah hal yang kurang tepat. Dia meminta Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian agar mengingatkan para kepala daerah yang tidak bisa membedakan mana urusan agama dan pemerintahan.

“Semoga pak Menteri @kemendagri dapat segera mengingatkan para kepala daerah,” tandasnya.

Alissa menyampaikan bahwa dalam urusan beribadah tidak ada kaitannya dengan otonomi daerah. Semua kalangan dengan latar belakang yang berbeda boleh melaksanakan ibadah sesuai keyakinan dan waktu yang disepakati.

“Urusan agama tidak masuk otonomi daerah lho,” tegas Alissa.

Pasca muncul polemik penerbitan izin penggunaan lapangan di Kota Pekalongan dan Kota Sukabumi, Menteru Agama Yaqut Cholil Qoumas mengimbau agar pemerintah daerah mengakomodir pemberian izin penggunaan fasilitas umum seperti lapangan untuk kegiatan beribadah.

“Saya mengimbau kepada seluruh pemimpin daerah agar dapat mengakomodir permohonan izin fasilitas umum di wilayah kerjanya untuk penggunaan kegiatan keagamaan selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan,” kata Yaqut dalam keterangan resminya, Senin (17/4/2023).

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu meminta pemerintah daerah menanggapi perbedaan jatuhnya 1 Syawal 1444 Hijriyah dengan bijak. Meskipun, dari pihak Kementerian Agama sendiri masih akan melakukan sidang isbat dalam menentukan jatuhnya 1 Syawal 1444 H atau Hari Raya Idul Fitri 2023.

“Apabila di kalangan masyarakat terjadi perbedaan penyelenggaraan salat Idulfitri, hendaknya hal tersebut direspons dan disikapi secara bijak, dengan saling menghormati pilihan pendapat keagamaan masing-masing individu,” pungkasnya.

Penulis: Fausi | Editor: Rifai

Exit mobile version