Aktivis Nilai Kasus Kriminalisasi Haris-Fatia Wujud Kemunduran Demokrasi

Jakarta, Deras.id – Sejumlah aktivis menggelar refleksi menyikapi tindakan kriminalisasi kepada aktivis pembela Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam Aksi Kamisan ke-771, Kamis (13/4/2023) kemarin.

Para aktivis tersebut menilai tindakan kriminalisasi yang dilakukan pejabat pemerintah kepada masyarakat sipil seperti Haris dan Fatia yang menyuarakan pendapat dan kritik sebagai wujud kemunduran demokrasi di Indonesia.

“Semakin menyempitnya ruang kebebasan sipil. Dari kasus (Haris-Fatia) ini kita bisa melihat kemudian bahwa kondisi kebebasan sipil di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Ruang kritik ataupun publikasi hasil kajian yang kemudian dikriminalisasi ini membuktikan dan mengkonfirmasi terkait dengan banyaknya laporan menunjukkan bahwasanya indeks demokrasi Indonesia turun,” ungkap Aktivis Greenpeace Indonesia, Asep Komarudin dalam orasinya, Kamis (13/4/2023).

Asep juga menyampaikan tentang perampasan ruang dan hak atas pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang ada di Papua. Berlimpahnya SDA yang ada di Papua tidak menjamin kesejahteraan warga lokal, justru berbondong-bondong masyarakat luar Papua, baik lokal maupun mancanegara yang mengambil keuntungan atas sumber daya tersebut berkedok investasi.

“Mereka (warga Papua) disingkirkan oleh pembangunan-pembangunan, mereka disingkirkan oleh investasi-investasi yang rakus akan sumber daya alam yang selama ini masuk ke Papua,” terang Asep.

Dia mengungkap bahwa ada peran negara dalam masuknya investasi tersebut ke Papua. Kemudahan investasi masuk tersebut didukung juga dengan peraturan perundang-undangan yang semakin memuluskan aktivitas eksploitasi SDA berkedok investasi tersebut.

“Masuknya investasi-investasi kotor tersebut itu tidak masuk dengan begitu saja dengan sendirinya, tetapi dipermudah oleh negara dengan berbagai cara tentunya,” ungkapnya.

Berkaitan dengan kasus kriminalisasi terhadap Haris dan Fatia, Asep berharap pemerintah mencabut pasal karet yang ada dalam Undang-Undang ITE terkait kriminalisasi, penghinaan dan pencemaran nama baik. Menurutnya, pasal tersebut sering digunakan sebagai sarana untuk melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat sipil yang berani membeberkan fakta dan mengkritik pemerintah.

“Melalui forum ini, kita bisa minta kepada DPR Komisi I khususnya untuk mencabut sama sekali pasal-pasal yang berkaitan dengan kriminalisasi tersebut, karena sudah tidak pantas lagi untuk ada di dalam Undang-Undang ITE, karena memang sudah banyak korban yang kemudian terkait dengan Undang-Undang ITE tersebut,” pungkasnya.

Penulis: Fausi | Editor: Rifai

Exit mobile version