Jakarta, Deras.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Imam Santoso menilai keterangan Putri Candrawathi dalam persidangan tak logis. Putri Candrawati menyebut bahwa Brigadir J melakukan pelecehan seksual pada dirinya.
Menurut Wahyu, keterangan putri bertentangan dengan aturan pemakaman polri yang melakukan pelanggaran hokum. Ideanya, pemakaman bagi aparat yang melanggar hokum tidak diperkenankan untuk dimakamkan secara kedinasan. Namun realitanya, jenazah brigadir J dimakamakan secara kedinasan.
“Faktanya almarhum Yosua kemudian dimakamkan dengan kebesaran dari kepolisian,” ujar Wahyu Imam Santoso saat memimpin sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022).
Ia menegaskan, seorang anggota Polri tak boleh memiliki catatan buruk sepanjang karirnya untuk mendapatkan penghargaan dan di makamkan secara kehormatan.
“Kalau seandainya dia seperti yang saudara sampaikan tadi, (Yosua- red) melakukan pelecehan seksual ke saudara, tentunya dia tidak akan mendapatkan hal itu,” imbuhnya.
Adapun saat ini, penyidikan mengenai laporan kekerasan seksual di hentikan oleh penyidik kepolisian. Artinya, polisi tidak menemukan adanya dugaan kekerasan seksual yang terjadi pada Putri Candrawathi.
“Apa yang saudara sampaikan mengenai dalih pelecehan tadi, sampai hari ini pada akhirnya Mabes Polri membatalkan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) mengenai hal itu,” terangnya.
Perlu diketahui, dalam kasus ini, Putri menjadi satu dari lima terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Empat terdakwa lainnya yakni Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.
Penulis: Mukhlis I Editor: Dian Cahyani