Opini

75 Tahun Tragedi Gerbong Maut Dan Nilai Pendidikan Karakter

Oleh: Dr. Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, D.PEd*

“JAS MERAH; Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah”

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya” (Bung Karno)

Pesan penuh cinta dan lahir dari sebuah ketulusan hati dari founding fathers bangsa Indonesia tercinta tersebut harus selalu menjadi kontemplasi dan motivasi untuk terus menggali nilai-nilai positif dari peristiwa/kejadian sejarah yang terjadi di nusantara ini. Bagaimanapun, semua sejarawan mempunyai keyakinan bahwa dengan belajar sejarah maka akan terdapat sejuta pelajaran yang bermakna sebagai pedoman untuk berfikir dan bertindak lebih arif dan bijaksana pada masa kini dan masa yang akan datang. Tidak terkecuali, belajar dari peristiwa gerbong maut di kabupaten Bondowoso yang mendapatkan catatan tragedi pelanggaran HAM internasional.

Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan hasil kerjasama kolektif seluruh komponen bangsa untuk menyudahi semua bentuk penjajahan sebuah bangsa oleh bangsa lain.  Sejak saat itu bangsa Indonesia sudah harus menghadapi Belanda yang bermaksud menguasai kembali wilayah Indonesia. Sebagai negara yang baru berdaulat, Indonesia tentu belum sepenuhnya memiliki pemerintahan yang kuat baik dari segi birokrasi maupun militer. Namun demikian bangsa Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang mampu melakukan diplomasi. Hal itu ditunjukkan dengan dicapainya kesepakatan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Linggarjati pada tanggal 11-15 November 1946. Salah satu perjanjian tersebut adalah pengakuan Belanda secara de facto kepada kedaulatan Republik Indonesia (Mas’oed, 1999: 79).

Peristiwa gerbong maut ini berawal ketika pasukan Belanda mengingkari perjanjian Linggarjati dengan menyerang Bondowoso dan berhasil mendudukinya. Para pemuda pejuang Bondowoso tentunya tidak tinggal diam. Perlawanan terhadap Belanda terus berlanjut di berbagai daerah, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya serangan yang dilakukan oleh para pemuda pejuang ke markas VDMB (Velliglieds Dienst Marinier Brigade), penghadangan terhadap Belanda di tengah jalan serta penculikan terhadap mata-mata Belanda. Penangkapan besar-besaran terhadap perjuangan para pejuang Bondowoso inilah yang pada akhirnya menyebabkan rumah tahanan Bondowoso tidak mampu menampungnya. Akhirnya, muncullah kebijakan dari Komandan J Van Den Dorpe untuk memindahkan tahanan dari Bondowoso ke penjara Bubutan Surabaya yang pada akhirnya menjadi tragedi gerbong maut tersebut.

Belajar sejarah tragedi gerbong maut dalam konteks pendidikan pada siswa dalam perspektif kurikulum sekarang, bukan hanya terpaku pada hafalan tanggal, tempat, dan cerita kejadian/peristiwa tersebut. Namun, belajar sejarah yang baik adalah mengambil nilai-nilai positif peristiwa sumpah pemuda untuk penguatan nilai-nilai pendidikan karakter. Para siswa yang dalam hal ini adalah pemuda masa depan bangsa Indonesia juga harus bisa mengambil nilai-nilai karakter yang baik dalam setiap peristiwa sejarah bangsanya untuk selanjutnya diteladani dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam tragedi gerbong maut, para siswa bisa belajar bagaimana karakter-karakter leluhurnya dalam mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia sampai titik darah penghabisan. Nilai-nilai pendidikan karakter yang bisa ditemukan dalam sejarah gerbong maut adalah sebagai berikut;

1. Cinta Tanah Air dan Bangsa

Hal ini dapat dilihat bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh para pejuang dalam rangka menghadang kedatangan Belanda jilid II ke Bondowoso, terjadinya pertempuran di Klabang dan Curahdami hingga Belanda kesulitan menaklukkan kota Bondowoso.

2. Kerja Keras dan Pantang Menyerah

Sikap kerja keras dan pantang menyerah terlihat dari korban penghadangan/ penyerangan Belanda di kecamatan Klabang dan di kecamatan Curahdami bagaimana korban nyawa yang sangat banyak sekali dari para pejuang Bondowoso sebagai bentuk menjaga kedaulatan bangsa Indonesia.

3. Rela Berkorban dan Tidak Mudah Putus Asa

Hal ini dapat dilihat dari sikap dari para tahanan yang ada di dalam gerbong pada saat diberangkatkan menuju Surabaya. Keadaan gerbong pada saat akan diberangkatkan dalam kondisi dikunci, keadaan menjadi gelap gulita dan udara terasa panas meski masih pagi. Untuk mengurangi rasa panas dari arah atap gerbong, mereka membungkus kepalanya dengan pakaian yang ada. Para pejuang tersebut tetap berupaya mempertahankan diri dengan cara maksimal yang bisa dilakukan. Mulai dari mencari celah-celah lubang gerbong untuk mencari udara hingga menunggu kucuran air hujan dari lubang tersebut.

4. Semangat Persatuan dan Kesatuan

Hal ini dapat dilihat dari adanya koordinasi militer yang sudah tersusun rapi dalam menghadapi serangan Belanda. Mayor Magenda sebagai komandan Batalyon juga memerintahkan beberapa pimpinan kompi melakukan penghadangan di beberapa daerah antara lain Klatakan, Panarukan, Wringinanom dan Prajekan. Selain itu, kekuatan pertahanan juga berasal dari badan perjuangan dan kelaskaran yang merupakan tempat atau wadah organisasi pejuang yang aktif pada masa itu.

5. Semangat Gotong Royong

Kerja sama para pejuang gerbong maut dalam rangka bersama-sama menghadapi Belanda. Mereka bersama-sama berusaha menyatukan seluruh seluruh rakyat Bondowoso untuk bersatu. Tanpa adanya semangat gotong royong tersebut, Belanda akan dengan mudah dan leluasa menguasai Bondowoso.

6. Tangguh

Harus menjadi keyakinan kita bersama, bahwa para pahlawan gerbong maut adalah pribadi-pribadi yang tangguh. Bagaimana tidak, mereka tetap melakukan perjuangan disaat dimana-mana teman-teman seperjuangannya dengan mudah mati tertembak oleh Belanda. Jiwa yang tangguh dan dimiliki para pahlawan gerbong maut tersebut perlu menjadi teladan yang baik untuk pemuda milenial saat ini.

Akhirnya, 75 tahun tragedi gerbong maut yang diperingati setiap tanggal 23 November tersebut menjadi momentum yang tepat untuk melakukan refleksi akan nilai-nilai karakter yang bisa diambil dari peristiwa tersebut. Selanjutnya, dengan mempelajari sejarah tragedi gerbong maut ini dengan melaksanakan pembelajaran di kelas yang penuh dengan heroisme tentunya akan menghasilkan pembelajaran yang menantang dan menyenangkan bagi siswa. Di dalam pembelajaran sejarah lokal ini, juga bisa sebagai momentum untuk merencanakan dan mengevaluasi kembali perjuangan bangsa ini khususnya perjuangan para kakek dan neneknya sendiri di Bondowoso dalam menghadapi ancaman penjajahan Belanda. Sehingga, melalui sejarah lokal gerbong maut para siswa akan memiliki karakter yang baik “warisan” leluhurnya sendiri.

*Penulis Adalah Pengurus Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Bondowoso

Show More
Dapatkan berita terupdate dari Deras ID di:

Berita Terkait

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda, Untuk Menikmati Konten Kami