Jakarta, Deras.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa dua saksi terkait dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan rumah DP Rp0 di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sarana Jaya. Kedua saksi tersebut adalah mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya periode 2016—2021, Yoory Corneles Pinontoan, dan Chief Operating Officer PT Nusa Kirana Real Estate, David Gamal Nasser Akilie.
“Keduanya diperiksa terkait kronologis pengadaan lahan di Rorotan,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, pada Selasa (10/9/2024) di Jakarta.
KPK sebelumnya mengungkapkan bahwa kerugian keuangan negara terkait kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp200 miliar. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, menjelaskan bahwa modus korupsi dalam kasus ini adalah adanya permainan harga antara pembeli dan makelar yang menyebabkan selisih harga yang signifikan.
“Pembelian lahan ini mengabaikan prosedur yang benar. Seharusnya, pembelian bisa langsung kepada penjual, namun justru melibatkan makelar, yang menimbulkan persekongkolan antara pembeli dan makelar. Padahal, seharusnya tanah bisa dibeli langsung dari penjual atau masyarakat,” ungkap Asep Guntur pada Rabu (26/6/2024).
KPK secara resmi memulai penyidikan terkait dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara, pada Kamis (13/6/2024). Selain itu, 10 orang terkait kasus ini telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 12 Juni 2024 selama enam bulan, dengan kemungkinan perpanjangan.
Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebutkan bahwa mereka yang dicegah bepergian termasuk dua manajer PT CIP dan PT KI berinisial DBA dan PS, notaris JBT, serta advokat SSG. Selain itu, enam pihak swasta berinisial ZA, MA, FA, NK, LS, dan M juga turut dicekal.
Penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan ini merupakan pengembangan dari kasus serupa yang terjadi di Cakung, Jakarta Timur. Dalam kasus tersebut, Yoory Corneles Pinontoan, mantan Direktur Utama Sarana Jaya, didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp256 miliar. Dari jumlah tersebut, Yoory diduga menerima keuntungan sebesar Rp31,8 miliar, sementara rekan kerjanya, Rudy, memperoleh Rp224 miliar.
Editor: Ifta