Jakarta, Deras.id – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis, mengecam keras kegiatan kontes kecantikan waria yang digelar di Jakarta beberapa hari lalu. MUI menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak hanya melanggar norma agama, tetapi juga hukum yang berlaku di Indonesia.
“Kita harus membantu mereka kembali kepada gender yang hakiki. Teman-teman yang sudah menjalani perubahan gender perlu dibantu secara psikologis dan medis untuk kembali kepada jati diri asli mereka,” ujar Cholil Nafis pada Rabu (8/7/2024).
Ia juga menyatakan bahwa kegiatan semacam ini harus ditindak secara hukum karena tidak memiliki izin dan melanggar asas identitas diri manusia. Cholil juga meminta sikap tegas dari pemerintah agar hal ini tidak terulang kembali.
“Di Indonesia, perubahan jenis kelamin dilarang, apalagi dalam bentuk kontes yang seakan-akan memamerkan hal tersebut,” tambahnya.
Pernyataan ini muncul setelah adanya laporan mengenai kontes kecantikan waria yang diadakan pada Minggu (4/8/2024) di Hotel Orchardz, Jakarta Pusat. Kapolsek Sawah Besar, Kompol Dhanar Dhono Vernandhie, mengonfirmasi bahwa acara tersebut memang berlangsung tanpa izin.
“Dua orang dari hotel dan tiga orang dari event organizer serta ketua panitia acara sudah kami periksa,” kata Dhanar seusai rapat koordinasi dengan Polri dan Satpol PP di Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2024).
Dhanar menjelaskan bahwa pihak kepolisian tidak pernah memberikan izin keramaian untuk acara tersebut sesuai dengan Peraturan Kepolisian Negara Nomor 7 Tahun 2023 tentang Teknis Perizinan, Pengawasan, dan Tindakan Kepolisian pada Kegiatan Keramaian Umum dan Kegiatan Masyarakat Lainnya.
“Kami sangat menyayangkan, baik dari hotel maupun panitia acara, tidak memiliki izin keramaian tersebut,” tegasnya.
Di sisi lain, Kepala Seksi Pengawasan Industri Pariwisata Sudin Parekraf Jakarta Pusat, Budi Suryawan, menyatakan bahwa hotel tempat penyelenggaraan juga merasa kecolongan akan hal ini. kontes tersebut akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis ucap budi.
“Pergub 18/2018 hanya menyatakan bahwa pelanggaran norma agama dikenakan sanksi berupa teguran tertulis saja, bukan penutupan. Jika ada kasus prostitusi, judi, atau narkoba, itu bisa ditutup langsung, tetapi untuk kasus ini hanya teguran tertulis saja,” jelas Budi.
Editor: Saiful