Jakarta, Deras.id – Kuasa hukum korban penganiayaan David Latumahina, Mellisa Anggraini menilai tawaran restorative justice yang ditawarkan Kepala Kejakasaan Tinggi DKI Jakarta Reda Manthovani sesat hukum.
Kritik tersebut dilontarkan Mellisa dalam utas Twitter pribadinya @MellisA_An, Jumat (17/3/2023).
“Tawaran Restorative Justice terhadap penganiayaan David ini tentu sesat hukum, sesat nalar dan sesat moral,” tulis Mellisa dalam unggahannya.
Mellisa menjelaskan bahwa secara normatif, restorative justice dapat dijalankan terhadap tindak pidana yang termasuk dalam kategori ringan. Sementara itu, kasus yang penganiayaan yang terjadi kepada David Latumahina termasuk dalam kasus penganiayaan berat terencana.
“Secara hukum normative, restorative justice hanya dimungkinkan terhadap tindak pidana ringan dimana kerugian korban tidak lebih dari 2,5jt, dalam hal penganiayaan berat terencana yang dimuat dalam pasal 355 KUHP tentu tidak ada peluang terhadap RJ,” terang Mellisa dalam unggahannya.
Melissa juga menyoroti para pelaku penganiayaan berat terhadap David Latumahina yakni Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas Rotua (19) tidak termasuk dalam kategori anak. Sehingga ancaman hukuman yang didakwakan adalah maksimal kurungan penjara selama 12 tahun.
“Untuk pelaku anak dimungkinkan diversi jika ancaman pidana dibawah 7 tahun, sementara para pelaku ini dijerat pasal dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun,” jelas Mellisa dalam unggahannya.
Mellisa meminta pihak Kejaksaan agar lebih memihak kepada korban penganiayaan David Latumahina. Hingga saat ini, David masih dalam perawatan intensif di ruang ICU Rumah Sakit Mayapada.
“Mohon atensinya @KejaksaanRI untuk lebih memihak kepada korban sesuai dengan instruksi Jaksa Agung,” tegasnya.
“25 hari david masih dirawat intensif di ruang ICU RS Mayapada tanpa adanya perkembangan kesadaran kualitatif, bagaimana mungkin masih sempat terpikirkan wacana untuk restorative juctice,” imbuhnya.
Mellisa juga mengungkapkan bahwa ketika Kajati DKI Jakarta datang menjenguk David, tidak ada bahasan restorative justice yang disampaikan kepada pihak keluarga.
“Pada saat kajati hadir membesuk david, tidak sama sekali ada pembahasan terkait restorative justice dengan keluarga. Yang ada kajati memastikan bahwa yang dialami david ini merupakan penganiayaan berat,” pungkasnya.
Sebelumnya, tawaran restorative justice terhadap kasus penganiayaan berat disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Reda Manthovani, Kamis (26/3/2023) kemarin. Tawaran tersebut disampaikan Reda pasca menjenguk David di RS Mayapada, Jakarta Selatan.
“Kami akan tetap tawarkan, masalah dilakukan RJ atau tidak itu tergantung para pihak, khususnya keluarga korban,” terang Reda kepada wartawan, Kamis (26/3/2023).
“Kalau memang korban tidak menginginkan (RJ), itu proses jalan terus. Proses RJ dilakukan apabila kedua belah pihak memang menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini. Tapi kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan, seperti bertepuk sebelah tangan namanya,” imbuhnya.
Penulis: Fausi | Editor: Rifai