BeritaNasional

7 Poin Penting UU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang Harus Diketahui

Jakarta, Deras.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR ) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi Undang-Undang (UU) pada, Selasa (4/6/2024). UU ini mengatur sejumlah hal tentang hak dan kewajiban anak dan orang tuanya selama proses persalinan, terutama dari tempat kerja.

“Alhamdulillah, UU KIA sudah disahkan hari ini. Semoga bermanfaat ke depannya, berguna bagi seribu hari pertama anak untuk Indonesia emas 2045,” kata Ketua DPR RI, Puan Maharani dalam siaran pers dikutip Deras.id, Rabu (5/6/2024).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Bintang Puspayoga mengatakan bahwa UU ini disusun dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan ibu dan anak di Indonesia, seperti kematian ibu saat melahirkan, angka kematian bayi, hingga stunting. UU itu terdiri dari 9 bab, 46 pasal, yang pengaturannya meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan serta partisipasi masyarakat.

Merujuk RUU KIA pada Fase 1.000 HPK, terdapat beberapa poin penting, yakni:

  • Perubahan judul dari “RUU tentang KIA” menjadi “UU tentang KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK)”.
  • Penetapan definisi anak dikhususkan pada fase 1.000 HPK, yaitu dimulai dari terbentuknya janin dalam kandungan sampai usia dua tahun. Sementara itu, definisi anak secara umum dapat merujuk pada UU Perlindungan Anak.
  • Cuti bagi ibu hamil paling singkat adalah tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya. Jika terdapat kondisi khusus, dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter, sesuai bunyi Pasal 4 ayat (3).
  • Setiap ibu yang bekerja dan melaksanakan hak atas cuti melahirkan, tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya. Para ibu tersebut juga berhak mendapatkan upah secara penuh untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam.
  • Suami wajib mendampingi istri selama persalinan dan mendapatkan cuti dua hari. Suami dapat diberikan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan pemberi kerja.
  • Ibu, ayah, dan keluarga wajib bertanggung jawab pada fase 1.000 HPK anak.
  • Pemerintah pusat dan daerah wajib melakukan perencanaan, monitoring, hingga evaluasi saat 1.000 HPK anak. Semua ibu wajib diberikan jaminan oleh pemrintah, termasuk yang memiliki kerentanan khusus, yakni ibu yang berhadapan dengan hukum, ibu di lembaga pemasyarakatan, ibu di penampungan, ibu yang berada dalam situasi konflik dan bencana, ibu tunggal korban kekerasan, ibu dengan HIV/AIDS, ibu di daerah tertinggal terdepan dan terluar, ibu dengan gangguan jiwa, serta ibu difabel.

Penulis: Risca l Editor: Ifta

Show More
Dapatkan berita terupdate dari Deras ID di:

Berita Terkait

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda, Untuk Menikmati Konten Kami