Jakarta. Deras.id – Agama Islam mengatur tata cara melaksanakan salat jenazah saat terdapat umat islam yang meninggal dunia. Di antara syarat-syarat untuk melaksanakan shalat jenazah adalah: 1) Jenazah harus beragama Islam. Apabila orang kafir yang meninggal dunia, maka hukum melakukan shalat jenazah terhadapnya adalah haram, karena Allah berfirman:
وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِّنهٌمْ مَّا تَأَبَدًا
Artinya: “Dan janganlah engkau melaksanakan salat untuk seseorang yang mati di antara mereka selama-lamanya” (At-Taubah: 84)
2. Jenazah harus dihadirkan di tempat pelaksanaan shalat jenazah. Apabila jenazah seorang Muslim tidak dapat dihadirkan, maka tidak boleh melakukan shalat jenazah terhadapnya. Adapun shalat jenazah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W terhadap seorang Najasyi, itu adalah salah satu pengkhususan yang hanya diperbolehkan bagi Nabi Muhammad saja.
Namun syarat ini hanya disepakati oleh madzhab Hanafi dan Maliki saja, tidak oleh madzhab Asy-Syafi’i dan Hambali.
Menurut madzhab Hambali, melakukan shalat jenazah terhadap jenazah yang tidak dihadirkan boleh-boleh saja, asalkan waktu meninggalnya tidak lebih dari satu bulan.
Menurut madzhab Asy-Syafi’i, melakukan shalat jenazah terhadap jenazah yang menetap di satu negeri dengan tempat pelaksanaan shalat jenazah tetap sah dilakukan meskipun jenazahnya tidak dihadirkan.
3. Jenazah harus telah bersih dari segala najis. Apabila jenazah belum dimandikan atau ditayamumkan maka jenazah tersebut belum boleh dishalatkan.
4. Jenazah harus diletakkan di hadapan seluruh jamaah. Apabila jenazah berada di belakang orang-orang yang shalat jenazah maka hukum shalatnya tidak sah. Namun syarat ini tidak disepakati oleh madzhab Maliki.
Menurut madzhab Maliki, yang wajib dilakukan adalah menghadirkan jenazah di tempat pelaksanaan shalat. Adapun hukum meletakkannya di depan para jamaah shalat hanyalah dianjurkan saja.lsa
5. jenazah harus digeletakkan di atas tanah saat pelaksanaan shalat, tidak boleh berada di dalam kendaraan, atalu diangkat, atau dipanggul. Namun syarat ini hanya disepakati oleh madzhab Hanafi dan Hambali saja, tidak oleh madzhab Asy-Syaf’i dan Maliki.
Menurut madzhab Asy-Syaf i dan Maliki, jenazah boleh dishalatkan meskipun dia berada di dalam kendaraary atau dengan diangkat ataupun dengan dipanggul.
6.Jenazah bukanlah seorang syahid yang tewas di medan perang. Apabila jenazahadalah korban yang tewas dalam suatu peperangan di jalan Allah, maka tidak boleh dishalatkan sebagaimana dia juga tidak boleh dimandikan. Namun syarat ini tidak disepakati oleh madzhab Hanafi, karena mereka berpendapat bahwa seorang syahid meskipun tidak boleh dimandikan tetapi tetap wajib untuk dishalatkan. Insya Allah mengenai hal ini akan diuraikan sesaat tagi pada pembahasan mengenai “mati syahid”.
7.Bagpan tubuh minimal yang harus dihadirkan saat pelaksanaan shalat jenazah sama seperti bagian tubuh minimal yang harus dimandikan, sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan mengenai hukum pemandiannya.
Begitu pula hukum menghadirkan jenazah jabang bayi, harus dihadirkan jika jabang bayi itu wajib dimandikan, sebagaimana telah dijelaskan hukumnya sebelum ini.
Adapun mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang shalat jenazah antara lain berniat saat hendak melaksanakan shalat jenazah, dalam keadaan suci, menghadap kiblat, menutup aurat, dan syarat-syarat lain seperti syarat shalat biasa.
Penulis: M.FSA I Editor: Apr