Simak! Hukum Salat Tarawih Sebelum Salat Isya

Jakarta, Deras.id – Fenomena muslim yang terlambat datang ke masjid pada bulan Ramadan dan langsung mengikuti salat tarawih padahal belum melaksanakan salat Isya bagaimana menurut ulama. Lantas apakah hal tersebut diperbolehkan?

Menurut Mazhab Imam Syafi’i, bahwa salat tarawih boleh dilaksanakan setelah melakukan salat Isya. Oleh karena itu jika belum melakukan salat Isya dan melaksanakan salat tarawih maka, salat tarawih tersebut tidak sah.

Namun jika orang tersebut belum mengetahui perihal tersebut, maka hukum salatnya tetap sah, namun statusnya berubah menjadi salat sunah mutlak (bukan salat tarawih). Mengenai persoalan tersebut Imam Ibnu Ziyad (wafat 976 H) menjelaskan dalam kompilasi fatwanya Ghayatu Talkhisil Murad

وَقْتُ التَّرَاوِيْحِ بَيْنَ أَدَاءِ الْعِشَاءِ وَطُلُوْعِ الْفَجْرِ فَلَوْ صَلَّاهَا قَبْلَ أَدَاءِ الْعِشَاءِ، فَإِنْ كَانَ عَالِماً لَمْ تَنْعَقِدْ أَوْ جَاهِلاً يَحْتَمِلُ وُقُوْعُهَا نَفْلاً مُطْلَقًا كَمَنْ صَلَّى سُنَّةَ الظُّهْرِ ظَانًّا دُخُوْلَ وَقْتِهَا فَبَانَ عَدَمُهُ، وَيَحْتَمِلُ وَهُوَ الْأَوْجَهُ عَدَمُ انْعِقَادِهَا  

 Artinya, “Waktu pelaksanaan shalat tarawih ialah di antara setelah melakukan shalat isya’ dan keluarnya fajar. Jika orang melakukan shalat tarawih sebelum melakukan shalat isya’, maka apabila dia mengetahui hukum (tidak sahnya melakukan shalat tarawih sebelum shalat isya’), maka shalat tarawihnya tidak sah.

Sedangkan jika ia tidak mengetahui hukumnya, maka shalat tarawih tersebut berpeluang menjadi shalat sunah mutlak. Seperti halnya orang yang melakukan shalat sunah zuhur yang diduga telah masuk waktunya, namun ternyata belum masuk. Menurut satu pendapat yang unggul hukumnya adalah tidak sah.” (Abdurrahman Ibnu Ziyad Az-Zubaidi, Ghayatu Talkhisil Murad, [Beirut, Darul Fikr], jilid I, halaman 21).

Oleh karena itu ketika terlambat datang ke masjid maka makmum harus melakukan salat Isya terlebih dahulu baru mengikuti salat tarawih. Jika salat tarawih dilaksanakan sebelum menunaikan shalat isya’ maka shalatnya dinilai sebagai shalat sunah mutlak atau shalat sunah yang dilakukan di antara waktu maghrib dan isya’, bukan shalat tarawih. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Malibari (w 987 H) dalam kitab Fathul Mu’in:  

 وَلَوْ خَرَجَ الْوَقْتُ لَمْ يَجُزْ قَضَاؤُهَا قَبْلَ الْعِشَاءِ كَالْرَّوَاتِبِ الْبَعْدِيَّةِ خِلاَفًا لِمَا رَجَّحَهُ بَعْضُهُمْ وَلَوْ بَانَ بُطْلاَنَ عِشَائِهِ بَعْدَ فِعْلِ الْوِتْرِ أَوِ الْتَّرَاوِيْحِ وَقَعَ نَفْلاً مُطْلَقًا

Artinya, “Apabila telah keluar dari waktunya shalat witir (atau tarawih), maka tidak diperkenankan untuk mengqadhanya sebelum melakukan shalat isya’ sebagaimana shalat sunah rawatib ba’diyah. Beda halnya dengan pendapat yang diunggulkan oleh sebagian ulama. Jika shalat isya’ yang ia lakukan batal setelah melakukan shalat witir atau tarawih, maka shalat witir atau tarawih menjadi shalat sunah mutlak.” (Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu’in bi Syarhi Qurratul ‘Ain bi Muhimmatid Din, [Beirut: Dar Ibn Hazm], jilid I, halaman 161)

Penulis: Una l Editor: Ifta

Exit mobile version