Simak! Begini Hukum Berpuasa Bagi Ibu Hamil

Jakarta, Deras.id – Hukum melaksanakan puasa adalah wajib bagi seluruh umat Islam. Akan tetapi bagaimana jika wanita tersebut dalam kondisi hamil?

Sebuah buku dengan judul Majelis Ramadhan yang ditulis oleh Muhammad Shalih Al-Utsaimin menjelaskan bahwa ibu hamil boleh tidak menjalankan puasa. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik al-Ka’bi r.a ia berkata Rasulullah Saw bersabda:

إنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ المُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَالصَّومَ عَنِ المُسافِرِ وَعَنِ المُرضِعِ وَعَنِ الْحُبلى

“Sesungguhnya Allah telah menggugurkan separuh salat bagi musafir serta mencabut kewajiban puasa bagi musafir, wanita menyusui, dan wanita hamil.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Namun jika ibu hamil tersebut merasa bahwa dirinya yakin bisa melaksanakan puasa ditambah sudah melakukan konsultasi dengan dokter maka diperbolehkan melasksanakan puasa. Hal ini sangat penting dengan pertimbangan tidak akan membahayakan ibu hamil tersebut beserta janinnya.

Lantas dalam sebuah buku dengan judul Fikih Empat Madzhab jilid 2 yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, menjelaskan tentang pendapat 4 mazhab dalam menyikapi hukum puasa ketika sedang hamil.

Pertama, Imam Maliki menjelaskan bahwa boleh tidak menjalankan puasa jika dikhawatirkan akan membahayakan baik bagi ibu hamil dan menyusui. Namun wajib untuk mengganti puasanya di lain waktu. Selain itu juga diwajibkan untuk membayar fidyah ukuran fidyah tersebut adalah satu mud (berupa makanan pokok) untuk setiap harinya yang ditinggalkan dan diberikan kepada orang miskin atau orang faqir. Kuran satu mud kurang lebih 675 gram beras, dan dibulatkan menjadi 7 ons.

Selain itu menurut mazhab ini jika berpuasa itu akan membahayakan jiwa bagi ibu hamil dan anaknya tidak hanya diperbolehkan untuk tidak berpuasa, melainkan diwajibkan untuk tidak berpuasa.

Kedua, Imam Hanafi, bagi mazhab ini ibu yang sedang hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa jika dikhawatirkan akan membahayakan dirinya sendiri, atas anaknya atau atas keduanya. Lantas menurut mazhab ini hanya diwajibkan untuk mengqada puasa tidak diwajibkan untuk membayar fidyah.

Ketiga, Imam Hambali, bagi mazhab ini diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika dikhawatirkan membahayakan dirinya atau keduanya. Lantas menurut mazhab ini bagi ibu hamil dan menyusui wajib untuk mengqada puasa dan tidak perlu membayar fidyah. Namun jika hal itu dikhawatirkan hanya kepada anaknya maka dirinya harus mengqodo puasa dan membayar fidyah. Namun, Jika ada seorang wanita yang menggantikannya untuk menyusui maka hendakanya anaknya disusui wanita lain dan sang ibu bisa menjalankan puasanya.

Keempat, Imam Syafi’I, menurut mazhab ini jika ibu hamil atau menyusui dikhawatirkan akan membahayakan dirinya, buah hati atau keduanya maka diperbolehkan tidak menjalankan puasa. Namun memiliki kewajiban untuk mengqada puasanya di lain waktu dan tidak perlu membayar fidyah namun berbeda ketika kekhawatiran itu hanya atas diri anaknya saja maka dirinya perlu membayar fidyah.

Sedangkan tata cara mengqada puasa sesuai dengan kitab Ihya Ulumuddin 2 Karya Imam Al-Ghazali bagi ibu hamil tidak berbeda dengan memqada puasa pada umumnya yakni mengqada puasa bedasarkan puasa yang ditinggalkan. Dalam mengqada puasa tidak perlu dilakukan secara berturut-turut, diperbolehkan untuk menyelang-nyelang dengan syarat bisa terbayarkan semuanya sebelum bulan Ramadan tahun berikutnya tiba.

Sedangkan menurut beberapa mazhab, ibu hamil atau yang tengah menyusui bayinya tidak sanggup berpuasa karena khawatir terhadap kesehatan anaknya, maka mereka turut diwajibkan untuk membayar fidyah. Membayar fidyah dapat dilakukan dengan memberi satu mud (kurang lebih enam ons) beras kepada seorang fakir miskin sebanyak puasa yang ditinggalkannya. Waktu membayar fidyah dapat dilakukan pada saat bulan Ramadan maupun di luar bulan Ramadan.

Dengan begitu, bagi ibu hamil dan menyusui diperbolehkan tidak berpuasa dengan dasar dikhawatirkan akan membahayakan yang bersangkutan baik sang ibu maupun sang anak. Walau begitu ada kewajiban yang tetap harus dilakukan yakni mengqodo puasa sesuai jumlah puasa yang ditinggalkan.

Penulis: Una l Editor: Ifta

Exit mobile version