Jakarta, Deras.id – Pledoi atau nota pembelaan yang diajukan Agnes Gracia dalam kasus penganiayaan berat terhadap David Ozora dengan tegas ditolak Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kabar penolakan pledoi tersebut disampaikan oleh Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto pasca sidang penyampaian pledoi Agnes Gracia.
“Inti pokoknya adalah bahwa mereka, penuntut umum tetap pada tuntutan. Itu disampaikan secara lisan,” kata Djuyamto kepada wartawan di PN Jakarta Selatan, Kamis (6/4/2023).
Djuyamto menjelaskan bahwa hakim tunggal dalam persidangan pelaku anak Agnes Gracia, Sri Wahyuni Batubara, memberikan kesempatan kepada penasehat hukum Agnes merespon penolakan JPU. Penolakan itu dengan tegas menyatakan bahwa tuntutannya tetap dan pledoi tidak merubah keputusan yang telah disampaikan.
Dalam tanggapannya, penasehat hukum Agnes menyatakan bahwa mereka tetap pada pledoi yang disampaikan pada kesempatan sidang tersebut.
“Di mana penasehat hukum terdakwa bahwa mereka tetap pada pleidoi yang sudah disampaikan pada hari ini,” terang Djuyamto.
Pada kesempatan tersebut, Djuyamto tidak menjelaskan secara detail mengenai isi pledoi atau nota pembelaan yang disampaikan pihak Agnes Gracia. Dia menuturkan bahwa hal tersebut bukan wewenangnya untuk menyampaikan mengingat proses persidangan yang dilakukan terhadap Agnes Gracia dilaksanakan secara tertutup sesuai peraturan perundang-undangan peradilan anak yang berlaku.
Sebelumnya, pelaku anak Agnes Gracia dituntut empat tahun masa penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum PN Jakarta Selatan setelah terbukti terlibat dalam kasus penganiayaan berat terencana yang dilakukannya bersama para tersangka lain yakni Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas Rotua kepada Cristalino David Ozora.
Agnes didakwa dengan Pasal 355 ayat (1) juncto Pasal 55 KUHP tentang penganiayaan berat terencana.
Masa penahanan bagi pelaku penganiayaan berat terencana maksimal 12 tahun penjara. Namun, dikarenakan status Agnes masih termasuk dalam kategori anak (di bawah umur), pemberian masa tahanan kemudian dipotong menjadi setengah masa penahanan maksimal yang diberikan.
“Terhadap yang bersangkutan itu adalah salah salah satunya dituntut untuk menjalani hukuman pidana di LPKA itu selama 4 tahun,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, Syarief Sulaeman Ahdi, kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jaksel, Rabu (5/4/2023) lalu.
Penulis: Fausi | Editor: Rifai