Jakarta, Deras.id – Masih sering muncul pandangan yang kurang selaras dengan pola pikir dewasa (grow up mindset) ketika membahas perempuan, terutama setelah menikah, yang masih aktif bekerja atau bergerak di kegiatan pendidikan, sosial, dan kemasyarakatan. Aktivitas seperti ini bahkan masih dianggap tabu oleh sebagian orang.
Padahal, jika dilihat dari sisi perkembangan manusia modern, setiap individu seharusnya terus bertumbuh. Konsep growth mindset (Dweck, 2006) menekankan bahwa manusia akan mencapai kualitas terbaiknya ketika diberi ruang untuk belajar, bereksplorasi, dan mengembangkan potensi. Membatasi aktivitas perempuan setelah menikah justru sama dengan memotong kesempatan bagi dirinya untuk berkembang dan memberi manfaat lebih luas.
Lebih jauh lagi, perempuan yang berkegiatan di ruang publik bukan sedang keluar dari ‘kodrat’, tetapi sedang memenuhi fitrahnya sebagai manusia yang berkembang. Dunia hari ini menuntut semua orang tanpa kecuali untuk adaptif, relevan, dan kompeten. Menganggap aktivitas perempuan sebagai sesuatu yang tabu adalah bentuk pola pikir lama yang tidak lagi cocok dengan kebutuhan zaman.
Aktualisasi Diri Perempuan dan Perspektif Ilmiah
Psikolog humanistik Abraham Maslow menempatkan self-actualization (aktualisasi diri) sebagai kebutuhan tertinggi manusia. Aktualisasi bukan tentang ambisi pribadi semata, tetapi tentang memaksimalkan potensi diri agar mampu memberi dampak positif.
Hal ini bisa diwujudkan melalui bekerja, menimba ilmu, berorganisasi, dan berkegiatan sosial, semuanya terbukti meningkatkan:
- Kecerdasan sosial dan emosional
- Kesiapan menghadapi perubahan zaman
- Kemandirian dan kepekaan terhadap masalah masyarakat
- Kualitas pengasuhan (karena ibu yang berkembang adalah ibu yang stabil secara psikologis)
Penelitian dalam Journal of Family Psychology juga menunjukkan bahwa perempuan yang mendapatkan ruang berkarya cenderung memiliki tingkat kebahagiaan dan kestabilan emosi yang lebih baik, yang pada akhirnya berdampak positif pada keharmonisan keluarga.Dengan kata lain, perempuan yang terus berkembang bukan ancaman bagi keluarga, tetapi investasi jangka panjang bagi kualitas keluarga itu sendiri.
Landasan Keagamaan: Hablum MinAllah, Hablum Minannas, dan Etika Keilmuan
Dalam Islam, konsep ibadah tidak terbatas pada ritual. Bekerja, menebar manfaat, mengajar, membantu masyarakat, dan berkarya termasuk bagian dari nilai ibadah.
1. Perintah untuk Menuntut dan Mengajarkan Ilmu
Rasulullah SAW bersabda:
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.”(HR. Ibnu Majah)
Kata “kewajiban bagi setiap muslim” menunjukkan bahwa ruang perempuan dalam belajar dan mengajar tidak pernah dibatasi oleh jenis kelamin maupun status pernikahan.
2. Prinsip Kebermanfaatan
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”(HR. Ahmad)
Ketika perempuan bekerja, mengajar, atau berkegiatan sosial, ia sedang menjalankan inti dari hadis ini—memberi manfaat, menghidupkan nilai hablum minannas.
3. Bekerja sebagai bagian dari ibadah
Allah berfirman:
“Dan katakanlah: bekerjalah kalian, maka Allah akan melihat pekerjaanmu…”(QS. At-Taubah: 105)
Ayat ini tidak pernah membatasi jenis kelamin atau status. Bekerja dianggap sebagai bagian dari ikhtiar yang bernilai ibadah.
4. Teladan perempuan pada masa Rasulullah
Sejarah Islam mencatat banyak perempuan berperan di ruang publik:
- Khadijah RA adalah pengusaha sukses, bahkan sebelum menikah dengan Nabi.
- Aisyah RA adalah guru besar umat, tempat para sahabat bertanya tentang agama.
- Rufaidah Al-Aslamiyah adalah perawat sekaligus pemimpin tim medis di masa Rasulullah.
Peran mereka tidak dianggap tabu, justru dihormati dan dibutuhkan umat.
Perempuan yang Berkegiatan: Rebranding Diri yang Positif
Perempuan yang tetap berkegiatan di ruang publik bukan sedang meninggalkan peran domestik, tetapi sedang membangun kualitas diri agar:
Lebih berwawasan
Lebih adaptif
Lebih siap menghadapi perubahan zaman
Penulis: Klarisa Qutrun Nada
