Penjelasan Al-Qur’an Mengenai Pernikahan Bebeda Agama

Jakarta, Deras.id – Sobat deras mungkin tidak asing lagi dengan fenomena pernikahan yang beda agama. Terlebih kita sudah dapat menjumpai beberapa public figur yang secara terang terangan mengikat janji suci walupun berebeda Aqidah. Bagiamana pandangan agama islam mengenai hal tersebut? Disini kami akan bagikan beberapa hujjah islam hal ikhwal pernikahan berbeda agama.

Agama samawi (Smit) yang memiliki kitab serta Rosul sebagai panutan mereka tidak hanya agama islam, terdapat kaum Yahudi dan Nasrani yang juga memiliki kitab dan nabi sebagaimana Al-Qur’an dan Nabi Muhammad dalam islam.

Seperti kaum Yahudi yang mengimani Taurat dan kaum Nasrani yang mengimani Injil. Mereka boleh dinikahi, dalam arti bahwa orang beriman boleh menikahi wanita Ahlul Kitab (yahudi atau Nasrani) namun wanita muslimah tidak boleh menikah dengan lakilaki Ahli Kitab, sebagaimana wanita muslimah tidak boleh menikah dengan selain laki-laki muslim.

Syarat terkait keabsahan nikah wanita muslimah adalah suami harus muslim. Dalilnya adalah firman Allah SWT “Dan janganlah kamu nikahi wanita wanita musyrik sebelum mereka beriman.” (Al-Baqarah :221)

Kemudian firman-Nya yang ditujukan kepada kaum laki-laki, “Dan janganlah kamu nikahkan orang-orang laki-laki musyrik dengan wanita-wanita beiman sebelum mereka beriman.” (Al-Baqarah: 221)

Dua ayat tersebut merupakan dalil bahwasanya laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita musyrik dalam kondisi apa pun, sebagaimana wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki musyrik dalam kondisi apa pun kecuali setelah orang-orang musyrik itu beriman dan masuk Islam.

Namun Allah memberikan pengkhususan di antara mereka, yaitu wanita Ahli Kitab bagi laki-laki muslim, dalam firman-Nya:

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi”. Ayat ini bermakna bahwa wanita Ahli Kitab boleh dinikahi laki-laki muslim berdasarkan ketetapan syariat, meskipun wanita Ahli Kitab mengatakan bahwa Al-Masih adalah Tuhan, atau meyakini konsep Trinitas yang sudah pasti syirik, namun Allah memperkenankan penikah

Jakarta, Deras.id – Sobat deras mungkin tidak asing lagi dengan fenomena pernikahan yang beda agama. Terlebih kita sudah dapat menjumpai beberapa public figur yang secara terang terangan mengikat janji suci walupun berebeda Aqidah. Bagiamana pandangan agama islam mengenai hal tersebut? Disini kami akan bagikan beberapa hujjah islam hal ikhwal pernikahan berbeda agama.

Agama samawi (Smit) yang memiliki kitab serta Rosul sebagai panutan mereka tidak hanya agama islam, terdapat kaum Yahudi dan Nasrani yang juga memiliki kitab dan nabi sebagaimana Al-Qur’an dan Nabi Muhammad dalam islam.

Seperti kaum Yahudi yang mengimani Taurat dan kaum Nasrani yang mengimani Injil. Mereka boleh dinikahi, dalam arti bahwa orang beriman boleh menikahi wanita Ahlul Kitab (yahudi atau Nasrani) namun wanita muslimah tidak boleh menikah dengan lakilaki Ahli Kitab, sebagaimana wanita muslimah tidak boleh menikah dengan selain laki-laki muslim.

Syarat terkait keabsahan nikah wanita muslimah adalah suami harus muslim. Dalilnya adalah firman Allah SWT “Dan janganlah kamu nikahi wanita wanita musyrik sebelum mereka beriman.” (Al-Baqarah :221)

Kemudian firman-Nya yang ditujukan kepada kaum laki-laki, “Dan janganlah kamu nikahkan orang-orang laki-laki musyrik dengan wanita-wanita beiman sebelum mereka beriman.” (Al-Baqarah: 221)

Dua ayat tersebut merupakan dalil bahwasanya laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita musyrik dalam kondisi apa pun, sebagaimana wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki musyrik dalam kondisi apa pun kecuali setelah orang-orang musyrik itu beriman dan masuk Islam.

Namun Allah memberikan pengkhususan di antara mereka, yaitu wanita Ahli Kitab bagi laki-laki muslim, dalam firman-Nya:

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi”. Ayat ini bermakna bahwa wanita Ahli Kitab boleh dinikahi laki-laki muslim berdasarkan ketetapan syariat, meskipun wanita Ahli Kitab mengatakan bahwa Al-Masih adalah Tuhan, atau meyakini konsep Trinitas yang sudah pasti syirik, namun Allah memperkenankan penikahan dengan mereka karena mereka memiliki kitab samawi.

Penulis: M.FSA I Editor: Apr

Exit mobile version