Jakarta, Deras.id – Tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky 2016 silam Pegi Setiawan (PS), menangkan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung melawan Penyidik Polda Jawa Barat, namun sulit untuk mendapatkan kompensasi dari Polda. Menurut pakar hukum pidana Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Muhammad Rustamaji menilai lemahnya gugatan praperadilan PS yakni kuasa hukum tak cantumkan permintaan ganti rugi dalam gugatan praperadilan ke penyidik Polda Jabar.
“Kalau kemarin kuasa hukumnya Pegi Setiawan itu paham KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), harusnya waktu mengajukan praperadilan itu juga mengajukan ganti kerugian,” kata Muhammad Rustamaji saat dikonfirmasi, Senin (8/7/2024).
Rustamani menjelaskan mekanisme hukum agar Pegi mendapatkan ganti rugi atau kompemsasi. Yaitu dengan mengajukan praperadilan lagi dengan objek ganti rugi, dan bisa gugat secara perdata namun prosesnya masih panjang.
“Paling optimal (dilakukan Pegi Setiawan) di praperadilankan balik penyidiknya, tapi objeknya objek ganti kerugian,” tambahnya.
Soal besaran ganti rugi hanya Rp 5.000 sampai Rp 1.000.000 sesuai Pasal 9 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP jika mengalami sakit, cacat, tidak dapat melakukan pekerjaan, atau meninggal dunia selama penangkapan atau penahanan, nominal ganti rugi juga terbilang kecil, yaitu sebesar Rp 3.000.000. Rustamani menilai rendahnya nilai ganti rugi disebabkan oleh PP yang sudah ketinggalan zaman atau tidak lagi adil dengan ini aturan ini harusnya diperbarui.
Dekitahui, Pegi Setiawan melalui kuasa hukumnya menang Praperadilan di PN Bandung pada senin (8/7) melawan penyidik Polda Jawa Barat. Hakim tunggal Eman sulaiman menilai dalam putusannya bahwa penetapan tersangka PS tidak didahului dengan pemeriksaan calon tersangka oleh penyidik, sehingga mengakibatkan penetapan status tersangka PS dan segala proses penyidikan di Polda Jawa Barat dianggap tidak sah, batal demi hukum dan PS dinyatakan bebas.
Penulis: HMD | Editor: Saiful