Jakarta, Deras.id – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah menyampaikan bahwa pemberian tunjangan hari raya (THR) merupakan kewajiban bagi para pengusaha. Hal tersebut sesuai dengan Surat Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja/Buruh Di Perusahaan.
“Surat Edaran ini ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia dan juga agar disampaikan kepada bupati/wali kota di wilayah masing-masing. Oleh karena substansi dalam Surat Edaran ini terkait ketenagakerjaan maka tentu saja Surat Edaran ini menjadi acuan bagi para kepala dinas di bidang ketenagakerjaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah dalam konferensi pers dikutip Deras.id, Senin (18/3/2024).
Surat Edaran tersebut diterbitkan pada 15 Maret 2024. Selain itu, aturan tentang THR juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
“Pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilakukan pengusaha kepada pekerja buruh. Ini tegas diatur dalam PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan, dan untuk tataran pelaksanaannya diatur dalam Permenaker No.6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi buruh di perusahaan,” tutur Ida Fauziyah.
Berdasarkan Permenaker No. 6 tahun 2016, buruh yang berhak menerima THR adalah yang memiliki masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
“Baik hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), termasuk pekerja buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan,” jelas Ida Fauziyah.
THR bagi pekerja yang memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih diberikan 1 bulan upah. Sementara untuk pekerja yang waktu kerjanya 1 bulan tapi kurang dari 12 bulan maka diberikan secara proporsional.
THR boleh dibayarkan perusahaan secara lebih, selama hal tersebut lebih baik dari peraturan perundang-undangan. Pekerja dengan perjanjian kerja juga mempunyai hak untuk menerima THR.
“Ada pengaturan upah 1 bulan bagi pekerja dengan perjanjian lepas. Bila pekerja punya masa kerja 12 bulan atau lebih, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan,” ucap Ida Fauziyah.
Pekerja harian lepas yang memiliki masa kerja kurang dari 12 bulan, upah dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja tersebut. Selanjutnya, buruh dengan sistem satuan hasil, perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir.
THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. THR harus dibayarkan penuh dan tidak boleh dicicil. Apabila melanggar, akan dikenakan sanksi. Ida berharap dengan diterbitkannya SE tersebut, para gubernur dapat meneruskannya kepada para bupati dan wali kota. Kemnaker juga akan mendirikan posko THR untuk menerima aduan.
Penulis: Risca l Editor: Dinda