Masyarakat Indonesia Masuk 5 Besar Pemboikot Produk Berbau Israel Terbanyak

Jakarta, Deras.id – Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) mendapat perhatian masyarakat dunia sejalan dengan perang Israel di Gaza. Gerakan ini bertujuan untuk memberikan tekanan pada Israel atas pelanggaran hukum internasional serta penindasan mereka terhadap warga Palestina.

Kendati menghadapi tentangan keras dari Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya yang memiliki banyak penduduk yang bersimpati kepada Israel, gerakan BDS ternyata cukup banyak diikuti.

Berdasarkan laporan tahunan terbaru Trust Barometer yang diterbitkan firma hubungan masyarakat Edelman, Indonesia masuk dalam lima negara teratas gerakan boikot tersebut. Empat negara lain adalah Arab Saudi, UEA, India dan Jerman.

Survei tahunan tersebut yang melibatkan 15.000 konsumen di 15 negara, termasuk Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat, menggarisbawahi betapa tajamnya perpecahan akibat perang, menyebabkan konsumen di seluruh dunia mengambil sikap yang tidak bisa dipungkiri.

Lebih dari satu dari tiga orang mengatakan mereka memboikot merek yang dipandang mendukung pihak Israel dalam perang di Gaza, dengan negara-negara Teluk yang kaya minyak dan negara-negara mayoritas Muslim memimpin hal tersebut.

Jajak pendapat ini tidak menyebutkan keberpihakan responden dalam perang Gaza. Tetapi tiga dari lima negara teratas yang terlibat dalam pemboikotan merek adalah negara mayoritas Muslim, yaitu Arab Saudi, UEA, dan Indonesia.

Arab Saudi merupakan negara dengan jumlah responden terbanyak, yaitu 71 persen. Para responden mengaku memboikot merek yang dianggap mendukung satu pihak. Data ini tidak mengherankan lantaran hampir seluruh warga Arab Saudi pro-Palestina, kendati kerajaan itu adalah salah satu mitra utama Amerika Serikat dan Timur Tengah.

Jajak pendapat yang dilakukan Washington Institute for Near Eastern Affairs, sebuah lembaga pemikir pro-Israel, pada bulan Desember lalu, menemukan bahwa 96 persen  warga Saudi percaya negara-negara Arab harus memutuskan hubungan dengan  Israel  sebagai tanggapan atas perang mereka di Gaza.

Di UEA, 57 persen responden mengatakan mereka memboikot merek karena perang. Sementara Indonesia, negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, lebih dari satu dari dua orang juga mengatakan mereka memboikot merek.

Jumlah responden dari negara-negara Arab dan Muslim yang memboikot produk-produk terkait perang di Gaza jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata global sebesar 37 persen, atau sedikit lebih tinggi dari satu dari tiga responden.

Penjualan McDonald dan Starbucks Melorot Drastis 

Pada Maret lalu raksasa ritel Alshaya Group, pemilik lisensi Starbucks di Timur Tengah, memutuskan memberhentikan lebih dari 2.000 staf di wilayah tersebut dan Afrika Utara. Angka itu setara empat persen dari total pekerja sebagai akibat dari boikot konsumen terkait dengan Starbucks. Gaza.

CEO McDonald’s Chris Kempczinski juga mengatakan awal tahun ini bahwa penjualan lebih lemah di negara-negara mayoritas Muslim – seperti  Malaysia  dan  Indonesia  – serta di Timur Tengah.

McDonald’s  memicu  kemarahan di kalangan aktivis pro-Palestina pada bulan Oktober ketika waralabanya di Israel mengumumkan bahwa mereka memberikan makanan gratis kepada  tentara Israel  di cabang-cabangnya di negara tersebut. Di Pakistan, waralaba tersebut menurunkan harganya dan terpaksa mengeluarkan pernyataan menjauhkan diri dari McDonald’s di Israel.

“Dampak perang terhadap bisnis lokal para pewaralaba ini mengecewakan dan tidak berdasar,” kata Kempczinski pada hari Senin, berbicara kepada para analis melalui konferensi telepon perusahaan tersebut.

Konsumen di kawasan Teluk telah lama menjadi primadona bagi perusahaan-perusahaan Barat karena generasi muda mereka memiliki daya beli yang relatif tinggi. Negara-negara penghasil minyak dan gas belum terkena dampak perang dan krisis seperti negara-negara Arab lainnya sejak Arab Spring.

Middle East Eye telah melaporkan bagaimana konsumen di Oman, mitra utama Barat, memboikot barang-barang barat karena dukungan yang diberikan AS dan sekutunya kepada Israel. Mereka telah beralih dari minuman seperti Mountain Dew ke Kinsa, merek minuman Saudi. Di Pakistan, merek lokal sudah mulai memproduksi produk lokal untuk menggantikan minuman ringan dan kosmetik barat.

Jajak pendapat tersebut juga menunjukkan meningkatnya nasionalisme konsumen di negara-negara Teluk. Jumlah responden di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) yang menyatakan mereka lebih membeli merek negaranya dibandingkan merek asing masing-masing melonjak 13 dan 10 poin.

Exit mobile version