Kondisi Kondisi Tertentu yang Melandasi Penghukuman Wasiat

Jakarta, Deras.Id – Penghukuman dari wasiat sangat beragam dan mengikuti kondisi kondisi tertentu. Artinya wasiat dalam situasi tertentu bisa dihukumi wajib, mandub dan terkadang pula menjadi haram. Berikut kami jelaskan kepada sobat Deras agar dapat memahami bagaimana kondisi yang mempengaruhi hukum dari wasiat menurut beberapa ulama’.

Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa hukum wasiat terkait dengan pemberi wasiat terbagi kepada empat bagian: Wajib, mandub, mubah dan makruh. Adapun wasiat yang wajib ialah wasiat yang berkaitan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya seperti wasiat untuk mengembalikan titipan dan utang yang tidak diketahui; yang tidak ada catatannya. Maka wajib bagi pemberi wasiat untuk berwasiat mengembalikan kepada pemiliknya karena jika ia tidak berwasiat dengan hal itu lalu meninggal, ia telah menyia-nyiakan hak orang lain yang menyebabkan menjadi berdosa.

Adapun wasiat yang mandub ialah apa yang berkaitan dengan hak Allah seperti berwasiat untuk kifarat, zakat, fidyah shaum, shalat dan wasiat untuk membela islam serta lain sebagainya yang termasuk amal soleh. Sebagian pengikut madzhab mengatakan bahwa wasiat yang berkaitan dengan hak Allah yang fardhu ialah wajib, sehingga wajib bagi seseorang berwasiat dengan zakat, kifarat dan lain sebagainya. Namun yang lebih kuat ialah pendapat pertama.

Sedangkan wasiat yang dihukumi makruh ialah wasiat yang ditujukan kepada orang fasik dan ahli maksiat, seperti berwasiat untuk saudara yang jahat dan sesat. Berbeda halnya dengan wasiat yang mubah karena ditujukan untuk orang-orang kaya dari keluarganya, kerabat atau yang lainnya. Wasiat untuk keluarga dan kerabat bukanlah suatu kewajiban.

Allah berfirman dalam Qs Al-baqarah (180);

كُتِبَ عَلَيۡكُمۡ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الۡمَوۡتُ اِنۡ تَرَكَ خَيۡرَا  ۖۚ اۨلۡوَصِيَّةُ لِلۡوَالِدَيۡنِ وَالۡاَقۡرَبِيۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِۚ حَقًّا عَلَى الۡمُتَّقِيۡنَؕ

Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa”.

Ini adalah hukum yang telah ditetapkan untuk kedua orang tua dan kerabat dengan memberikan kepada mereka bagian dari harta sebelum turururya ayat tentang waris dan pengaturan hak ahli waris, hukum yang tadi berakhir dengan turunnya ayat tentang waris.

Apabila berwasiat dengan sesuatu yang fardhu seperti mengeluarkan zakat, kifarat membunuh dan sumpah, mengeluarkan fidyah shum dan shalat. Apabila sepertiga mencukupi semuanya, maka urusannya sudah jelas. Jika tidak, maka lebih didahulukan hak seorang hamba di atas hak Allah, sehingga lebih didahulukan zakat, kifarat membunuh dan lain sebagainya dari pada fidyah shaum dan shalat. Didahulukan pula hak Allah yang fardhu dari pada yang wajib dan yang wajib dari pada yang mandub.

Apabila hal yang fardhu berkumpul seperti haji dan zakat, lebih didahulukan haji sedang keduanya lebih didahulukan dari pada kifarat, sedang kifarat lebih didahulukan dari zakat fitrah karena merupakan kewajiban bukan hal yang fardhu. Zakat fitrah lebih didahulukan dari pada berkurban karena ada perbedaan dari kewajibannya, berkurban lebih didahulukan dari pada perbuatan sunat. Adapun hukumnya terkait barang wasiat ialah barang wasiat tersebut menjadi kepemilikan baru untuk penerima wasiat. Dan lebih utama bagi orang yang hanya memiliki harta yang sedikit untuk tidak berwasiat apabila mempunyai ahli waris. Sedangkan lebih utama bagi orang yang mempunyai banyak harta untuk tidak berwasiat lebih dari sepertiga.

Penulis: M.FSA I Editor: Apr

Exit mobile version