Jakarta, Deras.id – Waktu shalat maghrib dimulai sejak terbenamnya seluruh bagian matahari hingga tidak terlihat sama sekali, dan berakhir pada saat menghilangnya cahaya merah dari atas ufuk. Menurut madzhab Hanafi: Keadaan ufuk barat setelah matahari tenggelam dapat diklasifikasi meniadi tiga; memerah, lalu memutitu lalu menghitam. Adapun menghilangnya cahaya merah yang disebutkan di atas menurut Abu Hanifah adalah saat keadaan ufuk barat sedang memutih, dan berakhirnya waktu shalat maghrib adalah saat keadaan ufuk barat telah menghitam.
Sedangkan menurut pendapat dua sahabat terdekat Abu Hanifah, berakhirnya waktu shalat maghrib adalah saat menghilangnya cahaya merah sebagaimana pendapat para ulama ketiga madzhab lainnya. Menurut madzhab Maliki: Rentang waktu shalat maghrib pilihan tidak berlangsung lama, bahkan sangat sempit sekali, hanya cukup untuk pelaksanaan shalat maghrib saja. Adapun untuk memenuhi syarat-syarat pelaksanaan shalatnya, misalnya berthaharah, membersihkan diri dari najis, dan menutup aura! atau ditambahkan pula dengan adzan dan iqamah. Semua itu boleh dilakukan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan, tidak terlalu lama dan tidak juga terlalu terburu-buru, dengan konsekuensi menunda sebentar pelaksanaan shalat maghribnya.
Adapun waktu daruratnya dimulai sejakberakhirnya waktu pilihan dan terus berlangsung hingga waktu fajar menyingsing. Hanya saja, para ilmuwan astronomi mengatakan, bahwa jam-jam shalat yang ditentukan oleh jumhur ulama adalah waktu yang sangat tepat sesuai dengan kondisi keberadaan matahari. Karena itu, apabila seseorang sudah memulai shalatnya sedikit saja sebelum waktu tersebut tiba, maka shalatnya menjadi tidak sah.
Maka untuk kehati-hatian akan lebih baik jika pelaksanaar’ shalat dimulai sesaat setelah masuk waktu tersebut atau lebih dari itu. Sementara untuk waktu shalat isyak dimulai sejak menghilangnya cahaya merah dari atas ufuk, dan berakhir saat fajar menyingsing (yakni terlihat cahaya putih di atas ufuk). Menurut madzhab Hambali: Klasifikasi waktu untuk shalat isyak terbagi menjadi dua, yaitu waktu pilihan dan waktu darurat, seperti halnya shalat ashar. Untuk waktu pilihan, dimulainya sejak hilangnya cahaya merah dari atas ufuk hingga berakhirnya sepertiga malam yang pertama.
Sedangkan waktu daruratnya dimulai sejak awal sepertiga malam yang kedua hingga saat fajar menyingsing. Namun jika ada seseorang mengerjakan shalat isyaknya pada rentang waktu tersebut maka ia dianggap telah melakukan perbuatan dosa, meskipun shalatnya tetap ada’an. Adapun untuk shalat subutu zuhur dan maghrib, menurut madzhab ini tidak ada waktu daruratnya.
Menurut madzhab Maliki: Waktu shalat isyak pilihan dimulai sejak hilangnya cahaya merah dari atas ufuk dan berakhir pada sepertiga malam yang pertama. Sedangkan untuk waktu shalat isyak darurat dimulai sejak berakhirnya waktu pilihan hingga saat menyingsingnya fajar. Apabila seseorang mengerjakan shalat isyaknya pada rentang waktu darurat tersebut, maka ia dianggap telah berbuat dosa, kecuali jika ada alasan yang diperkenankan dalam syariat.
Penulis: M.FSA I Editor: Apr