Sungai Barito, Deras.id – Penetapan motoris kapal taksi air Black Cobra, berinisial Waldi, sebagai tersangka dalam insiden kecelakaan sungai di Sungai Barito, Kalimantan Tengah, menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Keputusan tersebut dinilai janggal karena justru nakhoda tugboat penabrak tidak ikut diperiksa sebagai tersangka.
Kecelakaan terjadi pada (8/7/2025) saat kapal Black Cobra mengalami kerusakan mesin dan hanyut di aliran sungai. Tidak lama kemudian, tongkang bermuatan solar BG Jamborata yang ditarik oleh tugboat TB Mirshad menabrak kapal taksi tersebut hingga terbalik, menyebabkan dua penumpang tewas dan satu hilang.
Pada (14/7/2025), Waldi ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditpolairud Polda Kalteng atas dugaan kelalaian dalam menjalankan kapal, sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP.
Namun, penetapan ini dipertanyakan karena tugboat sebagai kapal besar justru tidak dikenai proses hukum setara.
“Klien kami punya Surat Kecakapan Motoris yang sah hingga 2029 dan SIUP resmi. Ia juga sudah memberi sinyal darurat sebelum ditabrak,” ujar Fahmi Indah Lestari, kuasa hukum Waldi, dalam konferensi pers di Palangka Raya, (18/7/2025).
Video yang beredar luas menunjukkan tongkang tetap melaju tanpa manuver penghindaran. Kuasa hukum menilai ada potensi diskriminasi hukum.
“Kami heran, kenapa hanya motoris yang diproses? Tugboat itu bawa muatan besar dan punya sistem navigasi, tapi tidak ada tindakan hukum terhadap nakhodanya,” tambah Suriansyah Halim, rekan pengacara.
Landasan Hukum yang Diabaikan
Pemerhati Hukum Alfinnor Effendy, S.Ag., M.H, menyoroti bahwa penegakan hukum dalam kasus ini tampak berat sebelah. Ia menegaskan, kapal besar seharusnya memiliki tanggung jawab navigasi lebih besar.
“Dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pasal 219 hingga 222 menekankan tanggung jawab keselamatan pelayaran pada nakhoda kapal. Jika tugboat tidak bermanuver padahal ada kapal darurat, itu jelas kelalaian,” ujarnya.
Selain itu, Pasal 359 KUHP berlaku untuk siapa saja yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia—bukan hanya bagi motoris kapal kecil.
Tuntutan Publik dan Rekomendasi
Berbagai organisasi masyarakat sipil dan pengamat hukum meminta:
- Dibukanya kembali penyelidikan terhadap nakhoda tugboat.
- Transparansi penyidikan, termasuk pemeriksaan rekaman video dan saksi ahli netral.
- Evaluasi ulang terhadap status tersangka motoris jika tidak ditemukan cukup alat bukti.
Penutup
Kasus Black Cobra menyoroti fenomena lama dalam hukum Indonesia: tajam ke bawah, tumpul ke atas. Bila hanya pihak kecil yang diproses, kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum akan terus menurun.
“Keadilan bukan hanya soal menghukum, tapi bagaimana hukum hadir untuk melindungi semua tanpa pandang bulu,” pungkas Alfinnor Effendy.
Editor: Putra Alam / Penulis: Alfinnor Effendy.