Hukum Memindahkan Dua Jenazah atau Lebih dalam Satu Tempat

Jakarta, Deras.id – Lumrahnya jenazah dimakamkan secara terpisah atau sendiri-sendiri. Namun ada beberapa jenazah yang dimakamkan secara berjama’ah (terkumpul) dalam satu tempat yang sama. Lantas bagaimana pendapat ulama’ mengenai hal ini?

Menurut madzahab Hanafi, memakamkan dua jenazah atau lebih dalam satu temat hukumnya makruh bila tidak terpaksa. Namun, berbeda halnya menurut imam Maliki, mengumpulkan beberapa jenazah dalam satu makam diperbolehkan bila keadaannya mendesak, misalnya tempat pemakamannya sudah sangat sempit. Hal itu juga boleh dilakukan pada waktu yang tidak bersamaan, misalnya satu makam yang sudah terisi dibuka kembali untuk diisi dengan jenazah lainnya. Adapun jika keadaan tidak mendesak, maka hal itu diharamkan jika dilakukan pada waktu yang tidak bersamaan, sedangkan jika waktunya bersamaan hukumnya makruh.

Menurut madzhab Asy-Syafi’i dan Hambali, hal itu diharamkan kecuali dalam keadaan mendesak, misalnya jenazah yang harus dimakamkan begitu banyak dan dikhawatirkan aroma tubuh mereka sudah berubah bila tidak dimakamkan dalam satu tempat, atau dalam keadaan terpaksa, misalnya tempatnya sudah sangat sempit hingga akan mengakibatkan orang yang masih hidup harus tergeser.

Apabila terjadi hal yang demikian, maka penempatan jenazah-jenazah itu harus ditertibkan sesuai dengan keutamaan yaitu dengan mendahulukan orang yang memiliki keutamaan paling tinggi dan dihadapkan ke arah kiblat, lalu selanjutnya orang yang sedikit di bawahnya, dan begitu seterusnya.

Harus diperhatikan juga usianya, yaitu dengan mendahulukan orangyang lebih tua daripada yang lebih muda. Begitu juga dengan jenis kelaminnya, yaitu dengan mendahulukan laki-laki daripada wanita. Dianjurkan agar tiap dua orang dipisahkan, namun tidak cukup dengan kain kafan saja, harus dengan tanah. Apabila jenazah di suatu makam telah rapuh hingga hanya berupa debu saja, maka makam tersebut boleh dibuka kembali untuk diisi oleh jenazah lain atau boleh juga tanahnya digunakan untuk lahan pertanian, atau didirikan bangunan di atasnya, atau hal-hal lainnya.

Hukum ini disepakati oleh para ulama kecuali madzhab Maliki, apabila jenazah telah rapuh dan tidak ada bagian tubuh yang tersisa darinya, maka makamnya boleh dibuka kembali untuk diisi dengan jenazah lainnya, dan diperbolehkan pula untuk berjalan di atasnya, namun tidak untuk dijadikan lahan pertanian ataupun untuk didirikan bangunan di atasnya karena ketika tanah sudah dijadikan tempat untuk memakamkan jenazah maka tanah itu sudah terkunci hanya untuk memakamkan saja, tidak boleh untuk yang lainnya, entah jenazah di dalamnya sudah rapuh ataupun sudah punah sama sekali.

Penulis:  M.FSA I Editor: Apr

Exit mobile version