Jakarta, Deras.id – Mengucapkan kalimat “Assalamualaikum” merupakan sapaan yang melekat pada umat Islam. Sebagai ajaran serta nilai yang terkandung di dalamnya, mengucapkan salam bagi sesama umat Islam ternyata memiliki landasan hukum. Berikut pendapat para ulama terkait hal memulai dan menjawab salam dalam banyak kondisi dan contoh kasus yang berbeda.
Memulai salam hukumnya sunnah ‘ain bagi orang yang sendirian dan sunnah kifayah bagi sekelompok orang. Menurut madzhab Hanafi, memulai salam terkadang hukumnya wajib, yaitu ketika pengendara berjumpa dengan pejalan kaki di padang sahara demi keamanan. Jika salah satu dari sekelompok orang itu mengucapkan salam maka sunnahnya gugur dari yang lain. Yang afdhal, salam diucapkan mereka semua agar masing-masing mendapat pahala sunnah.
Ada dua redaksi memulai salam, yakni: As-Salamu’alaikum dan Salamun ‘alaikum. Yang utama ialah redaksi pertama (As-Salamu’alaikum). Dimakruhkan berucap ” Alaikas-salam ” atau ” Salamullahi ‘alaik” karena ucapan itu adalah salam untuk orang mati, bukan orang hidup. Maka, yang sunnah dalam memulai salam ialah mengucapkan: As-Salamu’ alaikum atau Salamun’ alaikum, baik yang disalami satu orang maupun banyak.
Menurut Imam Malik, sunnahnya salam adalah ucapan As-Salamu’alaikum. Jika orang berucap Wa salamun ‘alaikum maka tidak termasuk mengucapkan salam, menurut pandangan terkuat.
Menurut madzhab Hambali, sunnahnya salam bisa dengan ucapan As-Salamu’alaika. Membalas atau menjawab salam hukumnya fardhu ‘ain bagi orang yang sendirian dan fardhu kifayah bagi sekelompok orang. Jika salah satu dari sekelompok orang itu menjawab salam maka kewajiban yang lain gugur.
Menjawab salam harus segera (langsung). Kalau menunda tanpa alasan yang mendesak, maka bisa berdosa. Juga, harus terdengar oleh si pengucap salam (komunikator). Jika pelan sehingga tidak terdengar oleh si pengucap salam maka kewaiiban menjawab tidak gugur.
Kalau si pengucap salam tuna rungu maka menjawabnya disertai isyarat bahwa salamnya dijawab. Redaksi jawaban yang afdhal ialah Wa’alaikumus-salam. Juga, sah dengan kata-kata: Salamun’alaikum. Seorang Muslim disunnahkan memulai salam sebelum bicara. Jika dua orang bertemu sementara salah seorang dari keduanya berucap salam maka yang satunya wajib menjawab dengan suara yang bisa didengarnya.
Disunnahkan berucap salam kepada keluarga setiap kali akan masuk rumah atau berjumpa dengannya. jika memasuki rumah tanpa penghuni maka ucapannya As-Salamu’alaina wa’ ala’ibadillahis-shalihin. Disunnahkan yang muda mengucapkan salam kepada yang tua; pengendara kepada pejalan kaki; yang berdiri kepada yang duduk; yang sedikit kepada yang banyak.
Jika yang terjadi sebaliknya-yang banyak mengucapkan salam kepada yang sedikit, yang tua kepada yang muda-maka pahala sunnah salam tetap diperoleh namun keutamaan urutan tidak diperoleh.
Jika seseorang berkirim salam kepada orang lain, wajib disampaikan dan dijawab. Redaksi jawabannya: Wa’alaika wa’alaihis-salam (juga semoga bagimu dan baginya tercurah keselamatan). Begitu juga jika kiriman salam itu secara tertulis.
Dimakruhkan seorang pria mengucapkan salam kepada seorang wanita yang bukan mahramnya, kecuali kepada nenek-nenek atau wanita yang tidak membuatnya tertarik. Demikian pendapat madzhab Hambali.
Menurut madzhab Asy-Syafi’I, seorang pemudi yang sendirian di suatu tempat makruh disalami seorang pria dan haram bagi si pemudi menjawab salamnya ataupun mengucapkan salam kepadanya, baik ia pemudi yang tidak punya daya tarik maupun bukan. Sedangkan nenek-nenek dianggap sama seperti pria. Jika si pemudi bersama sekelompok pria atau sekelompok wanita maka ia dianggap sama seperti pria dalam hal mengucapkan dan menjawab salam. Jika wanita itu mahram maka disunnahkan berucap salam kepadanya sebagaimana kepada keluarganya.
Kondisi lainnya adalah salam makruh diucapkan di kamar kecil atau kepada orang yang telanjang atau kepada orang yang begitu sibuk dan kiranya tidak sempat menjawab.Juga, makruh diucapkan kepada orang yang sedang melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an atau sedang mengkaji ilmu.
Penulis: M.FSA I Editor: Apr