Hukum Baca Tahlil ketika Haid

Jakarta, Deras.id – Islam memiliki aturan, bagaimana seorang muslimah ketika mengalami datang bulan atau haid. Muslimah tidak boleh bahkan haram ketika melanggar aturan tersebut karena ketika haid wanita dalam keadaan kotor di mana darah yang dikeluarkan tergolong Najis. Larangan ketika seorang muslimah sedang haid di antaranya yakni tidak boleh membaca Al-Qur’an. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan bolehkan muslimah ketika haid membaca tahlil?

Dalam sebuah I’anatuht Thaibin dijelaskan bahwa diperbolehkan membaca tahlil atau berdzikir walaupun sesungguhnya bacaan tersebut bagian dari Al-Qur’an asalkan niatnya bukan untuk membaca Al-Quran.

 وإن قصد الذكر وحده أو الدعاء أو التبرك أو التحفظ أو أطلق فلا تحرم لأنه عند وجود قرينة لا يكون قرأنا إلا بالقصد ولوبما لا يوجد نظمه فى غير القرأن كسورة الإخلاص

Apabila ada tujuan berdzikir saja atau berdo’a, atau ngalap berkah atau menjaga hafalan, atau tanpa tujuan apapun (selama tidak berniat membaca Al-Qur’an) maka (membaca Al-Qu’an bagi perempuan haid) tidak diharamkan. Kerena ketika dijumpai suatu qarinah, maka yang dibacanya itu bukanlah Al-Qur’an kecuali jika memang dia sengaja berniat membaca Al-Qur’an. Walaupun bacaan itu seseungguhnya adalah bagian dari alqur’an semisal surat al-ikhlas.

Membahas mengenai apa saja larangan, ketika muslimah sedang haid, Menurut buku Tausiah Sesejuk Embun Tema Kemuslimahan: Ceramah Asyik, Segar, Menghibur, dan Kekinian oleh Annisa Nur Rahma, Larangan saat Haid dalam Islam terdapat dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Arab-Latin: Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qul huwa ażan fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi wa lā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn, fa iżā taṭahharna fa`tụhunna min ḥaiṡu amarakumullāh, innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Larangan ketika muslimah sedang dalam masa haid adalah:

Pertama, salat. Larangan ini sudah dijelaskan dalam hadis berikut:

فَإِذَا أَقبَلَتْ حَيضَتُكِ فَدَعِي الصَّلاَةَ، وَإِذَا أَدبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي

Artinya: “Apabila datang masa haidmu, tinggalkanlah sholat; dan jika telah berlalu, mandilah kemudian sholatlah.” (HR Bukhari).

Kedua, puasa. Wanita yang sedang haid selanjutnya harus mengqodo puasa wajib seperti puasa Ramadan sesuai hadis berikut:

مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

Artinya: “Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ sholat?” Maka Aisyah menjawab, “Apakah kamu dari golongan Haruriyah?” Aku menjawab, “Aku bukan Haruriyah,” akan tetapi aku hanya bertanya. Dia menjawab, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ sholat.” (HR Muslim).

Ketiga, berhubungan intim. Pasangan suami istri dilarang melakukan hubungan intim sebelum istrinya selesai masa haidnya. Dikutip dari situs Majelis Ulama Indonesia (MUI), larangan bertemunya dua alat kelamin suami istri saat istrinya sedang haid adalah haram.

Menurut Anggota komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Aminudin Yaqub, larangan ini didasari pendapat Ibnu Abbas RA. Aturan serupa telah dijelaskan Nabi Muhammad SAW dalam hadits berikut

اصْنَعُوا كُلَّ شَىْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ

Artinya: “Lakukanlah segala sesuatu selain jima’ (hubungan badan).” (HR Muslim).

keempat, tawaf. Larangan tawaf saat haid tercantum dalam hadits Rasulullah SAW yang dijelaskan pada Aisyah RA saat berhaji. Berikut haditnya

فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى

Artinya: “Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.”(HR Bukhari).

Kelima masuk masjid. Sebagai seorang perempuan ketika haid, dianjurkan untuk menjaga atau berhati-hati khususnya ketika akan ke masjid. Hal ini penting karena darah haid najis, sehingga dikhawatirkan akan menganggu orang beribadah.

Keenam, menyentuh Al-Qur’an. Larangan saat haid selanjutnya menyentuh Al-Quran sesuai penjelasan dalam Al-Waqiah ayat 79

لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلْمُطَهَّرُونَ

Arab-Latin: Lā yamassuhū illal-muṭahharụn
Artinya: Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan

Ketujuh, cerai. Talak atau cerai yang dijatuhkan saat istri sedang haid tidak sesuai atau menyelisihi ajaran Nabi Muhammad SAW. Namun talak tersebut tetap jatuh sesuai hadit berikut

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِىَ حَائِضٌ فَأَتَى عُمَرُ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَجَعَلَهَا وَاحِدَةً

Artinya: Dari Ibnu Umar RA, ia telah mentalak istrinya ketika haid. Lalu Umar mendatangi Nabi SAW dan mengadukan hal tersebut. Kemudian beliau menganggapnya satu kali talak. (HR Al Baihaqi).

Penulis: Una l Editor: Ifta

Exit mobile version