Jakarta, Deras.id – Kelompok Islam radikal di Indonesia sudah ada sejak awal kemerdekaan, ditandai dengan munculnya gerakan Darul Islam (DI) sebagai akibat dari kekecewaan dan pertentangan dengan pemerintah Indonesia, terutama mengenai bentuk negara.
Pada tahap selanjutnya, gerakan ini berkembang luas yang ditandai dengan munculnya beberapa kelompok agama seperti Jama’ah Islamiyah (JI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Meski harus diakui bahwa secara ideologis gerakan tersebut dipengaruhi oleh paham transnasional Ikhwanul Muslimin dan Wahabi, namun kemunculan mereka lebih karena ketidakpuasan dengan kondisi sosial politik yang mereka anggap jauh dari ideal.
Secara bahasa, kata “Radical” berarti akar atau basis. Radikal juga berarti seseorang yang berpandangan radikal, baik dalam konteks politik maupun agama. radikalisme berarti kepercayaan pada ide-ide dan prinsip-prinsip radikal. Radikalisme sebagai aliran atau ideologi yang muncul melalui proses pengenalan, penanaman, apresiasi dan penguatan. Proses ini disebut radikalisasi. jika radikalisasi berjalan dengan baik, maka radikal menjadi ideologi atau isme sehingga menjadi radikalisme.
Oleh sebab itu, sobat Deras perlu mengetahui ciri-ciri atau karakter dari kelompok tersebut yang berkembang di Indonesia, berikut kami bagikan informasinya:
- Menganggap pemerintah indonesia sebagai thoghut (jahat).
- Menolak bendera dan lagu kebangsaan.
- Memiliki ikatan emosional yang kuat di antara anggota kelompok daripada ikatan emosional dengan keluarga.
- Kegiatan dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan berpindah-pindah tempat.
- Memberikan beasiswa pendidikan.
- Menggunakan busana khas seperti baju, celana dan jenggot serta kerudung untuk wanita.
- Menganggap muslim di luar kelompoknya sebagai fasik dan kafir.
- Enggan mendengarkan orang di luar kelompoknya.
Azumardi azra memetakan gerakan islam radical menjadi dua bagian, yaitu: 1) Pra modern ‘di bawakan oleh wahabi’ dan 2) kontemporer ‘dibawakan oleh Ikhwanul Muslimin.’ Keduanya berbicara lebih banyak tentang kebobrokan modernitas dan karenanya menolaknya.
Penulis: M.FSA I Editor: Apr