Pamekasan, Deras.id – Bupati Pamekasan Baddrut Tamam mengajak pemuda agar tidak malu menggunakan Bahasa Madura sebagai alat komunikasi sehari-hari. Hal tersebut disampaikan saat menghadiri acara diskusi kelompok revitalisasi bahasa daerah Madura yang digagas Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur di Mandhapa Aghung Ronggosukowati Pamekasan.
“Kita kadang-kadang orang desa ini ketika ada di kota merasa malu menggunakan bahasa Madura dengan anak kita menggunakan bahasa Indonesia. Tidak salah, tetapi menggunakan dua-duanya itu lebih baik, ada yang dulu jurusan bahasa Inggris kemudian komunikasi dengan anaknya pakai bahasa Inggris, sehingga pemahaman tentang bahasa daerah itu tidak terpahami secara utuh, kalau pun paham yang kasar-kasar,” kata Tamam, Senin (20/3/2023).
Tamam menyampaikan kecenderungan orang tua baik di desa atau kota saat ini lebih mengajarkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dalam kegiatan sehari-hari kepada anak-anaknya. Fenomena ini membuat anak muda menjadi kurang mengetahui bahasa Madura sebagai bahasa asal daerahnya.
Bahasa Madura, menurut Tamam memiliki banyak tingkatan yang harus diketahui oleh anak-anak muda Madura agar tidak kehilangan jati dirinya. Oleh karena itu, orang tua memiliki peran besar melestarikan bahasa daerah ini dengan cara berkomunikasi menggunakan bahasa Madura yang baik dan benar kepada anak-anaknya.
“Kita ini berpijak dari nilai kebudayaan dan tradisi kita, sampai gestur kita, cara untuk mengekspresikan tutur kata itu sangat dipengaruhi oleh local wisdom dimana kita dibesarkan, tidak hanya itu, orang di daerah pesisir dengan daerah pegunungan cara bertuturnya itu berbeda, di daerah pesisir ngomong dekat (posisinya, red) itu lebih keras,” tuturnya.
Mantan Anggota DPRD Jawa Timur itu menjelaskan, cara bertutur kata orang Madura di empat kabupaten berbeda-beda. Mulai cara menyampaikannya hingga ejaan bahasanya berbeda. Perbedaan ini menunjukkan kekayaan lokal Madura yang harus dilestarikan dengan baik agar anak cucu mengetahui warisan nenek moyang. Termasuk mengetahui manfaat berkomunikasi bahasa Madura agar menjadi pegangan dalam mempertahankan bahasa itu.
“Bahasa itu bisa saja nanti tidak ada, bisa saja tetap eksis. Menurut teori sosial, sesuatu itu tetap ada ketika memberikan manfaat, apapun itu. Kalau sudah tidak bisa memberikan manfaat sesuatu ini bisa tidak ada, atau orang tidak tahu manfaatnya, sehingga tidak difungsikan secara baik,” jelasnya.
Hadir pada kesempatan tersebut Kepala Dinas Pendidikan dari empat kabupaten di Madura, musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) dari empat kabupaten, perwakilan kelompok literasi dan beberapa komunitas dari Bangkalan, Sampang, Sumenep, dan Kabupaten Pamekasan sebagai tuan rumah.
Penulis: Bahar | Editor: Rea