Ahli Ungkap Dampak Revisi UU Cipta Kerja Bagi Pekerja

Jakarta, Deras.id – Dosen Ilmu Sosial dan Politik UGM, Amalinda Savirani, menilai revisi Undang-Undang Cipta Kerja berisiko membuat kaum pekerja semakin rentan. Amalinda mengungkapkan UU Cipta Kerja membuat serikat pekerja tidak lagi memiliki peran dalam menentukan upah, yang sebelumnya dilakukan secara demokratis.

“Peran serikat pekerja sangat penting dalam mendorong kesejahteraan pekerja melalui peran aktif kolektif. Forum yang sangat demokratis ini justru tidak lagi ada dalam penentuan upah,” kata Amalinda dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Perkara bernomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), serta buruh Mamun dan Ade Triwanto. Mereka meminta MK membatalkan pasal-pasal terkait sektor ketenagakerjaan dalam revisi UU Cipta Kerja dan mengembalikan norma yang sudah dicabut.

“Bahwa tren demografi di Indonesia menunjukkan peningkatan populasi tenaga muda yang akan memasuki lapangan pekerjaan,” ungkap Amalinda.

Ia menilai beberapa ketentuan dalam UU ini mengurangi kesejahteraan buruh, seperti penentuan upah minimum, penghapusan aturan pesangon, aturan outsourcing tanpa batas, dan pemotongan uang pesangon.

Sidang tersebut membahas pembatalan Revisi UU Cipta Kerja oleh ahli UGM sebagai pihak pemohon. Sidang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, dengan hakim pendamping Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Guntur Hamzah, dan Arsul Sani.

Penulis: Putra Alam | Editor: Saiful

Exit mobile version