Jakarta, Deras.id-Oman Fathurahman seorang Filolog ternaman memiliki data kuat yag menunjukkan tradisi “Halal Bihalal” sudah ada sejak pra-kemerdekaan. Istilah tersebut ditemukan dalam manuskrip Babad Cirebon (CS 114/PNRI) halaman 73. Di dalam naskah ini terdapat satu kalimat Arab Pegon yang bertuliskan, “Wong Japara sami hormat sadaya umek Desa Japara Kasuled polah ing masjid kaum sami ajawa tangan sami anglampah Halal Bahalal sami rauh amarek dating Pangeran Karang Kamuning”.
Setalah terungkap makna dalam naskah di atas, upaya penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa tradisi ini sudah dilakukan leluhur jauh sebelum Negara Indonesia merdeka. Awal mulanya berakar dari “Pisowanan” yang sudah ada sejak Praja Mangkunegaran Surakarta (Abad 18) atau berkisar pada tahun 1700-an.
Waktu itu, Raden Mas Said KGPA Arya Mangkunegara I berupaya untuk mengumpulkan semua bawahan serta prajurit di Balai Astaka untuk mengikuti acara “Sungkeman” kepada Raja serta Permaisuri setelah berlangsungnya Idul Fitri. Tradisi ini (Pisowanan) dianggap lebih efektif dari pada dilakukan perseorangan atau antar person ke person.
Setelah Indonesia Merdeka atau sekitar tahun 1948, saat memasuki bulan Ramadhan Presiden RI ke-1 (Ir. Soekarno) memanggil KH. Wahab Chasbullah ke Istana untuk diminta pendapat terkait problem politik kebangsaan yang saat itu tidak stabil. Merespon hal ini, KH. Wahab Chasbullah mengusulkan agar Bung Karno mengadakan acara silaturrahmi saat Hari Raya Idul Fitri. Bungkarno kemudian menjawab “Silaturrahmi sudah biasa dan lumrah, adakah istilah lain”.
Kemudian KH. Wahab mengusulkan agar mengganti istilah silaturrahmi dengan “Halal Bihalal”. Sebab jika kondisinya elit politik tidak mau bersatu atau saling menyelahkan dimana hal itu hanya menambah dosa dan dosa itu haram hukumnya. Maka agar tidak dosa (haram) perlu dihalalkan, caranya saling memafkan (menghalalkan) satu sama lain dan duduk dalam satu meja.
Usulan tersebut kemudian disetujui Bung Karno untuk mengundang semua tokoh penting negara ke Istana dalam acara “Halal Bihalal” yang bertujuan untuk silaturrahmi dan saling memafkan satu sama lain. Sejak saat itu istilah tersebut populer di Indonesia dan melekat setiap kali memasuki Hari Raya Idul Fitri bagi warga Indonesia pada umumnya dan uat Islam pada khususnya.
Penulis: M.FSA I Editor: Apr