PHK Massal: Startup Masihkah Menjanjikan?

Bagi kawula muda, Startup bukanlah terminologi yang asing di telinga mereka. Sebuah bisnis yang banyak digemari oleh generasi milenial ini sempat memikat perhatian para pebisnis dan pengusaha. Seperti yang dikatakan oleh Eka Wahyuningtyas dalam studi literaturnya, startup merupakan model  bisnis  dengan  nilai  investasi  yang  menjanjikan.  Tak heran jika setiap tahunnya, bisnis berbasis digital itu makin berkembang. Bahkan, Indonesia masuk enam besar dengan jumlah startup terbanyak di dunia. Di Indonesia sendiri, telah lahir beberapa startup yang mendapat gelar unicorn karena valuasinya melampaui US$1 miliar atau sekitar Rp14,3 triliun.

Deputi IV Kemenko Perekonomian Muhammad Rudy Salahudin menyebut, sebanyak 2.400 startup telah menjadikan Indonesia menempati peringkat ke 6 besar di dunia. “Sejak pandemi itu bukan hanya sektor e-commerce, ride hailing, hingga financial services yang tumbuh. Tapi kami melihat banyak startup baru yang tumbuh seperti edutech, healthcare dan banyak lagi, ini tumbuh karena mobilitas kita terganggu,” ujarnya dalam bincang “Indonesia Digital Economy Conference Langkah Tepat Wujudkan Target Transformasi Digital 2025” yang disiarkan oleh Lazada di Jakarta, Selasa (29/11/22).

Meski tren perkembangan startup di Indonesia terus menunjukkan kenaikan. Tak bisa  dimungkiri banyak gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tersebut. Badai PHK melanda sejumlah perusahaan startup sejak awal tahun 2022 lalu. Seperti yang diketahui, PHK menyebabkan meningkatnya jumlah kemiskinan, tingkat kriminalitas, dan merosotnya kondisi keuangan keluarga yang cukup memperhatikan. 

Data layoffs.fyi menyebut sebanyak 131 perusahaan sudah melakukan PHK dengan total karyawan terdampak mencapai 38.515 orang di dunia pada Januari 2023.  Sepanjang tahun 2022 total pekerja yang di PHK mencapai 154.386 jiwa dengan melibatkan 1.026 perusahaan. Gelombang PHK paling banyak terjadi pada bulan November 2022 yang mencapai 52.135 orang melalui 220 perusahaan.

Penyebab gelombang badai PHK adalah situasi global yang kian tidak stabil. Efek pandemi covid-19 terhadap perekonomian nyatanya masih belum sepenuhnya berakhir. Kondisi ini juga diperparah dengan lonjakan inflasi yang tinggi, pengetatan likuiditas dan suku bunga yang tinggi, stagflasi, gejolak geopolitik, climate change, serta krisis yang terjadi pada sektor energi, pangan, dan finansial.

Akibat resesi global, PHK massal

Terbaru, Silicon Valley Bank (SVB), yang merupakan bank dengan urutkan ke-16 terbesar di Amerika Serikat telah mengalami kebangkrutan. Beberapa startup mulai menarik uang mereka keluar dari SVB karena takut dana yang mereka simpan di sana dibekukan sebelum mereka mengaksesnya.

Penarikan uang besar-besaran tersebut melumpuhkan bank. Semakin banyak perusahaan yang menarik dana dari SVB, hal buruk pun akhirnya terjadi, di mana SVB mulai menunjukkan kesulitan teknis pada situsnya. Pada Jumat (10/3/2023), SVB ditutup oleh Departemen Perlindungan Finansial dan Inovasi California AS.

Kebangkrutan SVB membuat Federal Reserve (The Fed) bertindak dengan berencana meninjau kembali pengawasan terhadap bank tersebut. Wakil Ketua The Fed untuk pengawasan Michael Barr akan memimpin tinjauan dan merilis hasilnya pada 1 Mei mendatang. “Kita harus memiliki kerendahan hati, dan melakukan tinjauan yang cermat dan menyeluruh tentang bagaimana kita mengawasi dan mengatur perusahaan ini, dan apa yang harus kita pelajari dari pengalaman ini,” kata Michael, dilansir dari Reuters pada Selasa (14/3/23).

Di Indonesia pun perusahaan startup ramai-ramai mengadakan PHK besar-besaran sehingga banyak menimbulkan pertanyaan apakah perusahaan berbasis teknologi digital ini masih menjanjikan atau justru masa depannya suram.

Sejumlah asosiasi bidang digital memperkirakan badai PHK perusahaan startup masih akan terus berlanjut di 2023.  Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Andrian Gunadi mengatakan faktor utamanya adalah risiko inflasi maupun efek resesi global.

“Inflasi dan bayang-bayang resesi global diprediksi akan menghantam di 2023 sangat memungkinkan untuk menjadi alasan bagi perusahaan Startup mengambil ancang-ancang dengan melakukan efisiensi salah satunya dengan PHK karyawan” ucapnya pada Selasa (31/01/23).

Ia menjelaskan bahwa efisiensi dengan cara PHK karyawan diperlukan untuk menjaga profit dan keseimbangan perusahaan. Karenanya ia menyarankan untuk pekerja di bidang startup agar meningkatkan kompetensi dan keahlian agar dipertahankan perusahaan.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Astindo), Handito Joewono mengatakan bahwa yang terjadi sekarang disebabkan perusahaan yang salah berekspektasi dari awal. Tingginya ekspektasi profit menyebabkan perusahaan melakukan ekspansi dan merekrut banyak pekerja. Namun pada kenyataannya permintaan pasar tak sesuai harapan lalu membuat perusahaan merugi.

”Contohnya metaverse, respon pasar saat itu sangat baik, banyak yang memuji, namun meski demikian pada kenyataannya sedikit sekali pasar yang membeli, padahal perusahaan sudah terlanjur melakukan ekspansi bisnis besar-besaran”. Ujarnya.

Daftar Startup PHK Karyawan

Shopee

Shopee, e-commerce asal Singapura yang beroperasi di Indonesia, juga dilaporkan melakukan PHK. PHK itu dilakukan kepada 3 persen pekerjanya atau hampir 200 pekerja pada September 2022. Sejak akhir 2021, Sea Group, perusahaan induk Shopee, telah kehilangan valuasi USD 150 miliar atau Rp 2.145 triliun.

Zen Startup (edutech) 

Zenius mengumumkan PHK sekitar 800 karyawan dari Mei hingga Agustus 2022.

LinkAja

LinkAja (fintech) atau PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) melakukan PHK terhadap ratusan karyawan (200) sekitar Mei 2022.

TaniHub

TaniHub (agritech) atau PT Tani Hub Indonesia melakukan penutupan dua gudang di Bandung dan Bali. TaniHub juga menutup layanan B2C dan fokus di B2B. Langkah itu mengakibatkan sejumlah karyawan terkena PHK pada Maret 2022.

JD.ID

Salah satu startup e-commerce pada Mei 2022 melakukan PHK terhadap sejumlah pekerjanya. Upaya itu disebut untuk menjaga agar JD.ID tetap mampu bersaing dengan platform e-commerce lainnya.

TokoCrypto

Platform perdagangan aset kripto itu mengumumkan mengurangi 20 persen dari total 225 karyawannya atau sekitar 45 orang pada 21 September 2022.

Mamikos

Perusahaan rintisan penyedia sewa hunian, Mamikos pada Juli lalu juga melakukan PHK terhadap sekitar 100 karyawannya.

Mobile Premier Legue

Perusahaan rintisan Mobile Premier League atau MPL (Gaming) mengumumkan hengkang dari pasar Indonesia pada Mei 2022. Sejak 30 Mei 2022, MPL Indonesia sudah tidak beroperasi.

PHK bukan satu-satunya solusi 

Startup berbasis teknologi masih tergolong baru di Indonesia, para pelaku usahanya harus memiliki strategi untuk memperkenalkan bisnis kepada lingkungan yang terbiasa dengan pola bisnis konvensional. Pada kondisi resesi global saat ini, perusahaan dituntut bijak untuk memutuskan bisnis mana yang perlu dipertahankan dengan konsekuensi mengurangi jumlah karyawan jika ada unit bisnis yang harus ditutup.

Startup perlu jeli beradaptasi dengan kondisi perekonomian saat ini sehingga harus merancang ulang strategi perusahaan. Misalnya dengan memperluas unit bisnis seperti membangun bisnis jual-beli ritel di e-commerce sekaligus metode pembayaran digitalnya.

Melakukan PHK dapat menjadi cara cepat untuk melakukan efisiensi agar perusahaan bisa “sehat”. Namun, mengurangi jumlah karyawan bukan satu-satunya jalan agar perusahaan bisa bertahan, bahkan beberapa perusahaan masih merekrut karyawan dengan pilihan satu orang melakukan beberapa tugas sekaligus. Pilihan lain bagi startup adalah dengan mengurangi promosi, yang sering disebut sebagai strategi ‘bakar uang’ agar efisiensi perusahaan tetap stabil.

Penulis: Laila | Editor:  Uud

Exit mobile version