Akses listrik di Indonesia ternyata belum 100% dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat secara menyeluruh. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, di era globalisasi dan percepatan informasi di masa sekarang melalui jaringan nirkabel. Maka sudah dapat dipastikan di daerah yang belum teraliri listrik dengan penuh pasti akan tertinggal informasi terkini.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari esdm.go.id, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif pada Konferensi Pers Capaian Sektor ESDM Tahun 2022 dan Program Kerja Tahun 2023 di Jakarta, pada hari Senin (30/01/2023) lalu, mengatakan jika peningkatan program elektrifikasi sangat diperlukan.
“Kita masih perlu meningkatkan program-program elektrifikasi agar seluruh wilayah di Indonesia bisa mendapatkan akses listrik, di wilayah timur akan menjadi fokus kita kedepan,” ungkap Arifin.
Lebih lanjut Arifin menambahkan jika capaian rasio elektrifikasi (RE) di Indonesia di tahun 2022 mencapai 99,63 persen dan rasio desa berlistrik 99,76 persen. Namun capaian ini masih sangat memerlukan berbagai program agar akses listrik dapat dinikmati hingga daerah pelosok dan terluar.
Melihat kondisi ini, dengan capaian hampir mendekati 100% menunjukkan jika pemerataan elektrifikasi telah tercapai. Namun, yang menjadi pertanyaan yaitu apakah akses litsrik telah sepenuhnya dinikmati oleh sekup terkecil (rumah tangga) secara menyeluruh?
Akses Listrik di berbagai wilayah
Akses listrik di berbagai wilayah Indonesia dapat dikatakan cukup baik, meskipun belum bisa terfasilatasi 100%, hal ini bisa diilhat salah satuny dari capaian elektrifikasi yang telah dicatatkan oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM.
Selanjutnya berdasarkan data Badan Pusat Statistik, diketahui bahwa rata-rata persentase listrik yang berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yaitu berada pada kisaran 90% lebih.
Namun, berdasarkan data diketahui bahwa terdapat bebera daerah di Indonesia yang masih belum mendapatkan akses listrik secara merata, salah satunya di Provinsi Jawa Timur. Diketahui bahwa terdapat 103 Dusun yang belum teraliri listrik dan hal ini menjadi target PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memenuhi capaian rasio elektrifikasi 100% di Jawa Timur. Terkait hal ini, General Manager PT. PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur, Lasiran menyampaikan jika terdapat beberapa dusun di Jawa Timur yang belum teraliri listrik.
“Dusun yang dimaksud tersebar di Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Tulungagung, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Pacitan, Ponorogo, Nganjuk, Bojonegoro, dan Madiun. Agar segera teraliri listrik untuk mencapai rasio elektrifikasi 100 persen yang selaras dengan program Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” kata Lasiran, Selasa (28/3/2023). Ungkap Lasiran.
Lebih lanjut lagi Lasiran menyampaikan jika PLN juga telah berkolaborasi dengan Pemerintahan Kabupaten Situbondo terkait rencana melanjutkan pembangunan infrastruktur kelistrikan di kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo tepatnya di Desa Merak.
“Kami juga telah berkoordinasi dengan stakeholder setempat terkait survei lokasi semoga semuanya lancar tanpa kendala,” ujar Lasiran.
Selain di Jawa Timur, terdapat juga di wilayah Provinsi Aceh beberapa daerah yang masih belum merdeka listrik 100%. Melihat hal ini, pada tahun 2024 PT PLN UID Aceh telah menyampaikan komitmen bahwa seluruh dusun di Aceh akan teraliri listrik. Hal ini di sampaikan oleh General Manger PLN UID Aceh Parulian Noviandri.
“PLN Aceh berkomitmen untuk menyediakan akses listrik kepada seluruh dusun yang masih belum teraliri listrik PLN, membawa manfaat besar bagi masyarakat pedesaan Aceh,” ujar General Manager PLN UID Aceh, Parulian Noviandri, Senin (26/9/2023).
Parulian Noviandri juga menyebutkan bahwa saat ini, Rasio Desa Berlistrik (RDB) di wilayah kerja PLN Aceh sudah mencapai 100%, dan Rasio Elektrifikasi (RE) PLN Aceh mencapai 99,96%.
Namun, masih terdapat beberapa dusun yang belum tersentuh oleh layanan listrik PLN, terutama di wilayah Transmigrasi dan 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
Sulitnya akses listrik yang dapat diperoleh oleh warga di sebabkan oleh beberapa tantangan dalam pembangunan infrastruktur listrik, mengingat kondisi geografis yang beragam dan cakupan wilayah Indonesia yang luas.
Berdasarkan Jurnal yang ditulis oleh Achmad Sani Alhusain yang berjudul Tantangan, Kendala Dan Upaya Pembangunan Infrastruktur Listrik di Provinsi Riau Dan Provinsi Sulawesi Selatan menjelaskan jika ketertinggalan pembangunan infrastruktur listrik diakibatkan oleh terkendala berbagai permasalahan, seperti pembebasan dan penyediaan lahan untuk pembangkit tenaga listrik, tumpang tindih penggunaan lahan, koordinasi lintas sektor di pemerintahan pusat maupun daerah, proses negosiasi harga yang alot antara PLN dan IPP, proses penunjukan dan pemilihan IPP, kinerja sebagian developer dan kontraktor yang tidak sesuai target, serta pengurusan izin yang lambat di tingkat nasional dan daerah terkait dengan dokumen lingkungan, pengadaan tanah, dan kompensasi untuk jalur transmisi. Hambatan lainnya adalah masalah ketersediaan peralatan, material, maupun sumber daya manusia (SDM) akibat pembangunan yang dilakukan secara serentak.
Mungkin, jika dilihat dari sekup wilayah Provinsi, sampai Desa hampir secara keseluruhan telah mendapatkan akses listrik, hanya saja perlu pemerataan hingga bisa mencapai 100%. Tentu harapannya untuk di tahun 2024 pemerataan akses listrik dapat dinikmati oleh keseluruhan masyarakat Indonesia. Namun, yang menjadi salah salah poin penting selain pemerataan akses listrik adalah perihal harga atau biaya listrik yang bisa bersahabat baik untuk kalangan menengah-atas ataupun menengah-bawah. Terkait dengan hal ini pemerintah memang telah memberikan subsidi listrik, akan tetapi mungkin perlu di data ulang agar program yang di canangkan benar-benar dapat dinikmati oleh orang yang tepat.
Sumber listrik di Indonesia
Sumber tenaga listrik di Indonesia didominasi oleh Pembangkit Litrik Tenaga Uap (PLTU) yang memakai batu bara sebagai bahan bakarnya. Diketahui jika PLTU terbesar yang ada di Indonesia salah satunya adalah PLTU Paiton yang terletak di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, dimana PLTU ini memasok listrik untuk wilayah Jawa-Bali.
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menjelaskan jika hingga 30 tahun atau 3 dekade ke depan, batu bara masih akan menjadi ttulang punggung sumber energi listrik di Indonesia.
Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia mengatakan bahwa batu bara masih menjadi satu-satunya energi murah dan terandal untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi di dalam negeri.
“Sejauh ini dan sampai 1, 2 atau 3 dekade ke depan, batu bara ini masih menjadi backbone sumber energi yang termurah dan sumber energi yang paling diandalkan,” ucapnya, dikutip dari CNBC Indonesia dalam program Mining Zone pada hari Jumat (13/10/2023).
Dilain sisi, pemerintah tengah berupaya dalam meningkatakn pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam proses transisi energi, hal disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumbner Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana pada acara Indonesia Transition Energy Dialogue (IETD) 2023.
“Kementerian ESDM harus memastikan ketersediaan energi untuk masyarakat. Harus bisa tersedia, terbeli, dan terjangkau masyarakat,” kata Dadan pada Jakarta, Senin (18/9/2023).
Peningkatan EBT memang perlu digencarkan, sebab penggunaan energi fosil (batu bara) pasti ada masa habisnya. Hal ini juga sebagai bentuk upaya dalam pemenuhan energi listrik diseluruh wilayah agar stabil, sebab apabila penggunaan EBT bisa menyesuaikan dengan potensi wilayah misal wilayah yang dekat dengan laut dapat menggunakan air laut untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik seperti halnya yang ada di di Skotlandia. Apila ini bisa dimanfaatkan secar baik, bukan tidak mungkin jika nantinya Indonesia bisa merdeka 100% untuk pasokan listrik dalam Negeri.
Penulis: HvD l Editor: Uud