Setelah Undang-undang Cipta Kerja dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai bertentangan, rakyat khususnya serikat buruh justru mendapat kado buruk berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tantang Cipta Kerja (Ciptaker). Uji materi di lembaga yudisial nyatanya tak mampu memberikan keputusan final, alih-alih menjadi titik awal nestapa para pekerja di pembukaan awal tahun baru kali ini.
Sebelumnya, dalam Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020 pada tanggal 25 November 2021, UU Cipta kerja dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh MK. Kemudian, MK memerintahkan pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan.
Bila dari jangka waktu yang diberikan tersebut tak kunjung ada perbaikan, maka UU Cipta Kerja tersebut dinyatakan inkonstitusional secara permanen. Ironisnya, dari jangka waktu yang relatif lama itu tak kunjung ada perbaikan dari pemerintah, dan justru menerbitkan aturan baru berupa Perppu dengan alasan darurat dan kegentingan. Tak heran jika poin dalam aturan itu dinilai akan merugikan para pekerja buruh.
Menjerat Buruh
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan menolak peraturan itu karena ada beberapa pasal yang merugikan buruh. Karena itu, kata dia, buruh akan mempertimbangkan langkah hukum dengan melakukan judicial review. “Langkah-langkah ke depan akan diambil secara hukum, gerakan, aksi dan pendekatan-pendekatan lobi. Kita berharap bisa bertemu dengan Presiden,” ujar Said Iqbal, saat konferensi pers, Minggu (1/1).
Salah satu pasal yang ramai jadi perbincangan masyarakat media sosiai adalah aturan pesangon dan PHK dalam Perppu Ciptaker yang dinilai sangat merugikan buruh. Di dalam Perppu Ciptaker, pemberian pesangon untuk buruh korban PHK (masa kerja lebih dari 8 tahun) hanya diberi 9x gaji, namun dengan rincian tambahan sama.
Padahal di dalam UU Ketenagakerjaan, uang pesangon yang diterima buruh korban PHK (masa kerja lebih dari 8 tahun) paling banyak dibatasi 10x gaji. Mereka juga mendapat uang pengganti hak cuti tahunan yang belum diambil, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh, dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Selain itu, hari libur dalam sepekan juga tak kalah ramai di media sosial, karena di dalam Perppu hanya mendapat libur satu kali dalam sepekan. Meskipun tetap ada beberapa ketentuan yang memberi kesempatan bagi pekerja untuk mendapat dua hari libur dengan catatan waktu kerja menjadi 9 jam per hari.
“Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit meliputi; a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu,” demikian bunyi pasal tersebut.
Dalih Kepentingan Ekonomi
Dalih pememrintah karena alasan kepentingan dan ketahanan ekonomi di tengah isu resesi global memuculkan sebuh tanda tanya. Sebab, MK telah memutuskan aturan tersebut sejak bulan November tahun 2021. Jauh sebelum terjadinya perang antara Rusia dengan Ukraina.
“Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik terkait ekonomi global. Kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers di Istana Presiden, Jumat (30/12/22).
Kebijakan itulah yang kemudian memunculkan kontroversi dari berbagai ekonom dan pakar hukum di Indonesia. Seperti yang dikatakan ekonom senior Faisal Basri yang menilai bahwa alasan kedaruratan akibat perang Rusia Vs Ukraina itu bukan alasan rasional atas terbitnya Perppu tersebut.
“Kalau perang Ukraina-Rusia yang belum juga usai benar-benar amat membahayakan perekonomian Indonesia sehingga diterbitkan Perpu, mengapa pembangunan ibu kota baru terus dilanjutkan? Mana sense of crisis atau sense of urgency-nya?” kata Faisal Basri, melalui akun Twitter pribadinya, Senin (01/01/23).
Dalih untuk menghadapi resisi global terhadap Indonesia itu kian tidak masuk akal, karena ekonomi Indonesia masih relatif aman di tengah pelambatan ekonomi dunia, seperti diproyeksikan sejumlah lembaga internasional dan berulang ditekankan oleh pemerintah. Kedua, kendala investasi di tahun
2023 adalah ketidakpastian ”musiman” menjelang pemilihan umum, bukan status Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Selama 2022, meski revisi UU omnibus law itu masih menggantung, realisasi investasi terbukti masih tetap tinggi. Sepanjang Januari-September 2022, realisasi investasi mencapai Rp 892,4 triliun atau mencapai 74,4 persen dari targetRp 1.200 triliun. Selain itu, pemerintah sendiri juga berulang kali menyatakan bahwa target tahun 2022 itu akan tercapai pada triwulan keempat.
Untuk itu, sudah semestinya pemerintah melakukan perubahan UU Cipta Keraja secara normal, seperti yang diminta Mahkamah Konstitusi. Hal ini akan lebih tepat dan tidak mengundang banyak pertanyaan, dan spekulasi negatif dari berbagai elemen masyarakat.
Penulis: Mas Uud | Editor: Reza