Miskin Tak Berdaya Saing

Kemiskinan merupakan masalah yang tak kunjung terentaskan di negara berkembang. Pemerintah Indonesia menargetkan angka kemiskinan terus ditekan ke kisaran 6,5-7,5 persen. Penurunan tersebut diikuti dengan target penurunan angka pengangguran terbuka di kisaran 5,0 persen hingga 5,7 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Angka kemiskinan di Indonesia pada September 2022 sebesar 9,57 persen atau sebanyak 26,36 juta orang. Tingkat kemiskinan ini naik tipis dari Maret 2022 (9,54 persen), namun lebih rendah dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 (9,71 persen).

Selain itu, rasio gini atau gini ratio diperkirakan terus membaik dengan rentang 0,374 hingga 0,377. Kemudian diikuti dengan Indeks Pembangunan Manusia tahun 2024 yang ditargetkan 73,99 persen hingga 74,02 persen.

Disisi lain, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah tidak meyakini target tersebut bisa terealisasi. “Karena lompatannya terlalu besar. Apalagi dengan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 yang diperkirakan hanya sekitar 5 persen. Tidak realistis. Demikian juga dengan pengangguran terbuka,” ujar dia, Jumat (19/5).

Menurut Piter, tingkat kemiskinan per September 2022 masih 9,57 persen. Jadi, di akhir tahun 2023 juga masih diperkirakan ada di kisaran 9 persen. Kemiskinan dan pengangguran, lanjut dia, hanya bisa ditekan dengan pertumbuhan ekonomi yang sebesar-besarnya, setidaknya di atas 6 persen.

Sementara di sisi lain, pemerintah juga menargetkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tahun 2024 berada di kisaran 2,16-2,64 persen. Pendapatan negara 2024 pun ditargetkan di kisaran 11,8-12,38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Komitmen berantas kemiskinan

Indonesia sejatinya bisa mempercepat pengentasan kemiskinan karena memiliki sumber daya yang melimpah. Kemiskinan yang terjadi saat ini mengindikasikan keadaan seseorang yang tidak hanya mampu untuk memenuhi kebutuhannya, namun juga dalam bentuk gagalnya negara untuk mensejahterakan dan memenuhi hak-hak warga negara untuk hidup sejahtera.

Indonesia memiliki tujuan dan cita-cita untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya dan dapat menikmati kekayaan sumber daya yang dimiliki. Hal tersebut dibuktikan pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa seluruh Sumber Daya Alam vital yang dimiliki adalah seluruhnya dimiliki dan dikelola oleh negara demi kepentingan dan juga kemakmuran rakyat Indonesia.

Country Director World (Bank Dunia) Indonesia, Satu Kahkonen, menyatakan, selama 20 tahun terakhir, ada kemajuan luar biasa dalam kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Tahun ini, tingkat kemiskinan ekstrem berada di angka 1,5 persen pada 2023.

Namun untuk mencapai ambisi sebagai negara berpenghasilan tinggi, bagi Kahkonen, diperlukan pemfokusan kembali tentang kebijakan guna mempertahankan kemajuan dalam pengentasan kemiskinan, mencapai pendapatan lebih tinggi, dan ketahanan ekonomi bagi masyarakat Indonesia.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku tidak akan menerapkan rekomendasi tersebut. Alasannya, jika mengikuti standar Bank Dunia jumlah miskin Indonesia akan melonjak hingga 40 persen.

“Ibu Satu Kahkonen (Country Director World Bank Indonesia), Anda dapat mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem menjadi nol (0), tapi angka kemiskinan Anda USD 1,9. Ketika dinaikkan menjadi USD 3, mendadak 40 persen orang (Indonesia) menjadi miskin,” ungkapnya dalam acara acara World Bank di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Jumat (12/5/2023).

Disisi lain, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menduga pemerintah enggan mengubah standar garis kemiskinan sebagaimana yang direkomendasikan oleh Bank Dunia karena masalah citra negara. Sebab, menurutnya, pemerintah akan malu jika angka kemiskinan di negaranya tinggi.

“Pemerintah jangan menghindar. Jangan denial. Itu malah memperburuk citra Indonesia, bahwa kita orang miskin tapi nggak mau ngaku. Kasihan juga masyarakatnya. Standar Indonesia sudah kedaluwarsa. Situasi pasca pandemi juga sudah berbeda,” ujar Trubus.

Mengembangkan kualitas SDM dan SDA

Untuk mengikis kemiskinan sebagaimana yang dikemukakan oleh guru besar Universitas Gajah Mada (UGM) Lincolin Arsyad (2000), setidak terdapat empat strategi pembangunan ekonomi daerah, yaitu: Pertama, pengembangan fisik untuk menciptakan identitas setiap daerah dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat, serta memperbaiki daya tarik pusat kota dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah.

Kedua, Strategi pengembangan dunia usaha merupakan komponen yang penting karena daya tarik kreativitas atau daya tarik dunia usaha adalah cara terbaik untuk menciptakan perekonomian yang sehat.

Ketiga, strategi pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan cara membuat pelatihan, membuat bank keahlian, mendukung lembaga ketrampilan dan pendidikan di daerah, dan mengembangkan lembaga pelatihan bagi orang cacat. Keempat, yakni pengembangan masyarakat dengan memberdayakan suatu kelompok masyarakat tertentu pada suatu daerah.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan pendapatan per kapita yang lebih rendah. Pembangunan yang tidak seimbang dan tidak merata antar wilayah dan menyebabkan ketimpangan pendapatan masyarakat. ketimpangan yang tinggi dapat memperlambat pertumbuhan yang mengakibatkan pembiayaan pendidikan yang tidak memadai.

Ketidakmampuan seseorang atau kekalahan dalam persaingan meraih peluang kerja itu menjadi ancaman terhadap bertambahnya keluarga miskin. Persaingan meraih peluang kerja antar manusia perlu dibekali dengan penguasaan penggunaan teknologi sebagai alat produksi.

Exit mobile version