Fenomena kenaikan harga bahan pangan saat bulan Ramadan seakan-akan menjadi rutinitas tahunan. Biasanya, pola pengeluaran rumah tangga di bulan Ramadan meningkat tajam disusul dengan pos belanja pribadi, keluarga, pun juga untuk kebutuhan berbagi untuk masyarakat umum.
Kenaikan harga pangan itu menyebabkan beban pengeluaran bertambah sehingga berpotensi melemahkan daya beli masyarakat, terutama bagi penduduk kurang mampu dan berpendapatan rendah. Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin mengakui bakal terjadi kenaikan bahan pokok di bulan Ramadan.
“Biasanya memang menjelang Ramadan itu suka ada [harga bahan pokok] yang naik, tetapi jangan sampai naiknya itu melampaui kewajaran. Fenomena di bulan Ramadan seperti itu,” kata Wakil Wapres Ma’ruf dalam keterangan persnya di Alila Hotel Solo, Jawa Tengah, Rabu (01/03/2023).
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat, harga sejumlah komoditas pangan terpantau mengalami kenaikan pada hari pertama bulan Ramadhan pada hari Kamis, (23/3/2023). Rincinannya, harga bawang merah seharga Rp 35.180/kg atau naik sebanyak 0,31 persen, daging sapi Rp 135.650/kg atau naik 0,24 persen, minyak goreng kemasan Rp 18.080/liter, naik 0,06 persen.
Bahan pokok yang mengalami kenaikan
Bahan pangan pokok seperti beras, cabai, dan daging, merupakan beberapa jenis komoditi pangan yang mengalami kenaikan harga. Menurut data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, komoditi pangan yang diperkirakan mengalami peningkatan harga cukup tinggi contohnya cabai rawit merah sebesar 37,4% yaitu dari Rp 52.600 menjadi Rp72.300.
Namun yang cukup menggelitik yaitu terdapat komoditi impor seperti bawang putih honan yang turut serta mengalami kenaikan harga. Dilansir dari brilionfood.net, bawang putih jenis honan merupakan bahan pangan yang berasal dari China. Selain itu, terdapat juga kedelai impor yang juga mengalami kenaikan.
Pada dasarnya peran pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi kenaikan harga menjelang dan saat Ramadhan. Menurut Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri, kenaikan harga pangan saat Ramadhan diperkirakan akan terjadi pada awal bulan.
“Kenaikan harga pangan hari ini itu merupakan fase pertama yang sedang terjadi, jadi 3 hari menjelang ramadan dan berlaku juga satu minggu (awal ramadan). Di awal fase ini memang sudah tidak bisa mengandalkan pemerintah karena harga komoditas sudah naik” kata Mansuri, Jumat (24/3/2023).
Tingginya harga bahan pangan pokok semacam beras, cabai, bawang putih dan daging yang notabene bahan pangan yang menjadi pilihan utama untuk dibeli bisa dipastikan akan berpengaruh pada daya beli masyarakat. Jadi, apabila terjadi kenaikan harga yang signifikan, maka daya beli masyarakat khususnya kalangan menengah-kebawah sangat terdampak.
Berdasarkan data dari databoks.katadata.co.id, kenaikan komoditi pangan seperti beras dari tahun ke tahun cenderung meningkat atau terkadang fluktuatif. Harga beras pada Ramadhan tahun ini yaitu berkisar Rp 11.900- Rp 13.700. Apabila dibandingkan dengan Ramadhan dua tahun sebelumnya, Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, saat Ramadhan 2022 harga beras yaitu berkisar Rp11.800 dan Rp13.100 per kilogram sedangkan pada tahun 2021 harganya pada rentang Rp 10.500- Rp 12.500.
Tingginya harga beras di Ramadhan tahun ini menjadi tanda tanya besar. Sebab, pada periode tahun ini pemerintah telah menggencarkan impor beras untuk memenuhi pasokan Nasional.
Berdasarkan data dari bulog.co.id, pada awal tahun ini Pemerintah telah melaksanakan impor beras sebanyak 500 ribu ton sebagai cadangan beras pemerintah (CBP). Tentu dengan kenyataan ini, irnos jika stabilitas harga beras masih saja tidak terkendali dengan baik.
Sementara itu, komoditi seperti cabai rawit merah pada Ramadhan tahun ini sudah naik 37,45 persen, dari Rp 52.600 menjadi Rp72.300 per kg. Hal ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan Ramadhan 2022, dimana harga untuk komoditi ini mengalami peningkatan harga sebesar Rp 78.500. Dengan demikian, untuk komoditas cabai masih terpantau aman dibandingkan tahun sebelumnya.
Menilik penyebab kenaikan harga bahan pokok
Meningkatnya harga bahan pokok saat Ramadan dikarenakan oleh hukum ekonomi yaitu permintaan-ketersediaan. Pada bulan Ramadan, permintaan bahan pokok cenderung meningkat, sedangkan persediaanya terkadang sedikit atau tidak bisa memenuhi, sehingga hal ini menyebabkan lonjakan harga.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan, harga pangan yang mengalami kenaikan pada bulan Ramadan ini merupakan hal biasa dan sudah menjadi siklus tahunan. “Harga pangan naik menjelang dan di bulan Ramadhan itu sudah biasa dan sudah siklus tahunan. Hal ini karena kenaikan permintaan yang dimanfaatkan oleh para pedagang,” kata Piter, Jumat (24/3/2023).
Lebih lanjut, Piter menjelaskan, lonjakan harga akan mereda dan stabil lambat laun. Namun, jika pasokannya tidak mencukupi misalnya karena gagal panen, maka harga akan terus meningkat. “Tapi masyarakat tak perlu khawatir, biasanya pemerintah juga sudah mengantisipasi dengan menjaga ketersediaan pasokan barang-barang pangan,” imbuhnya.
Salah satu faktor terjadinya kenaikan harga yaitu tidak seimbangnya antara permintaan dan ketersediaan barang. Sebab, pada awal bulan puasa biasanya masyarakat cenderung konsumtif. Menurut Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Khudori mengatakan, ada tiga hal yang mempengaruhi harga pangan saat menjelang Ramadhan, yakni ketersediaan bahan pokok, pengaturan harga, dan pengawasan distribusi. Permasalahan mendasar seperti tidak adanya data yang terintegrasi dengan baik, seperti data panen dan waktu panen pada sentra produksi menjadi problem yang masih belum bisa diatasi oleh pemerintah.
Hal senada juga disampaikan pengamat ekonomi Universitas Paramadina Handi Risza Idris yang menyarankan perlunya manajemen pengendalian harga pangan selama Bulan Ramadan. Hal itu bertujuan agar tidak terjadi fluktuasi harga selama Ramadhan. “Kita menyarankan beberapa manajemen pengendalian harga pangan yang bisa kita lakukan,” ujar Handi dalam seminar daring di Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Efek kenaikan harga bahan pokok
Kenaikan harga bahan pangan tidak bisa hanya dimaknai melonjaknya harga, sebab ada efek lain dari hal tersebut yaitu inflasi. Dilansir dari bi.go.id, Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, bahwa menjelang Ramadhan 2023, menjaga inflasi adalah tantangan jangka pendek yang harus diatasi oleh pemerintah. Meski terjadi inflasi dalam jangka pendek, jika penggunaannya tidak tepat atau kurang baik, maka bisa akan berdampak besar pada sisi perekonomian Negara. Ia menilai, terjadinya inflasi saat momen tertentu seperti Ramadhan memang bukanlah hal yang baru, sebab dari tahun ke tahun hal ini terus terjadi.
“Inflasi menjadi tantangan jangka pendek. Memang ada tantangan menjelang Ramadan dan Idul Fitri, harus kita pastikan inflasi bahan makanan dengan segala kolaborasi pemerintah pusat dan daerah sehingga inflasi hingga akhir tahun kita harapkan menuju di bawah 4 persen,” kata Febrio pada Forum Media Indonesia, Kamis (9/3/2023).
Kendati demikian, pemerintah telah menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 untuk ketahanan pangan tahun ini sebesar Rp 104,2 triliun. Adapun alokasi anggaran tersebut ditujukan untuk belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp81,7 triliun dan Rp22,5 triliun untuk transfer ke daerah (TKD).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi pada bulan Ramadhan hampir selalu di atas 0,5 persen (mtm). Namun hal itu tidak terjadi pada tahun 2020 dan 2021 dimana penyebaran pandemi Covid-19 masih kencang. Sedangkan pada tahun 2022, masyarakat Indonesia tengah dihadapkan pada kenaikan bahan pangan seperti minyak goreng hingga telur. Inflasi April pun mencapai 0,95 persen (mtm).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira memprediksi, inflasi pada bulan Ramadhan dan Lebaran tahun 2023 akan mencapai 5,8 persen sampai 6,7 persen secara tahunan. “inflasi Ramadhan kali ini mungkin yang tertinggi sejak 2013”, imbuhnya.
Perkiraan tersebut patut diwaspadai. Sebab, bila prediksi terkait tingginya inflasi mencapai 5,8 persen hingga 6,7 persen, tentu hal ini akan mengancam terhadap perekonomian Indonesia kedepan. Oleh karena itu, stabilitas harga adalah kunci utama yang harus diselesaikan oleh pemerintah, sehingga kedepannya jika terjadi inflasi dapat ditekan seminimal mungkin agar perekonomian stabil.
Penulis: Hvd | Editor: Uud