Kemenkes Ancam Cabut Izin Praktik RS yang Terlibat Kasus Klaim Fiktif BPJS

Jakarta, Deras.id – Tiga rumah sakit (RS) swasta diketahui mengajukan klaim fiktif untuk mengkelaim pembayaran dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sehingga menyebabkan kerugian negara puluhan miliar rupiah selama tahun 2022-2023. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memberikan sanksi tegas, yakni pencabutan izin praktik dari rumah sakit yang terlibat terlibat dalam kasus klaim fiktif.

“Kita turun sama-sama ke lapangan mengecek. Kami sudah dapat data dari BPJS tapi kami perlu verifikasi. Bahwa tidak saja faskesnya tapi individunya juga akan dikenakan sanksi,” kata Inspektur Jenderal Kemenkes, Murti Utami dalam diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan dikutip Deras.id, Kamis (25/7/2024).

Kemenkes mempunyai sistem informasi, sehingga mudah untuk melacak pelakunya. Ia mengatakan pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada setiap RS dan dokter yang terlibat dalam kasus ini.

“Di Kemenkes kami sudah memiliki sistem informasi. Jadi, siapa kerja di mana, NIK-nya, SIP-nya, itu sudah terdata, di dalam sistem itu kami menambahkan rekam jejak,” tutur Murti Utami.

“Salah satu langkah kita akan memberikan sanksi mulai dari penghentian untuk pengumpulan Satuan Kredit Profesi (SKP). Seorang dokter kan untuk menjaga kompetensinya harus mencari kredit poin ya, itu biasanya satu tahun 50 kredit. Kalau enam bulan kita bekukan, mungkin tidak terpenuhi kan. Sampai yang cukup berat pencabutan izin praktik dari pelaku tersebut,” imbuhnya.

Kemenkes melakukan pemetaan pada kasus ini dan terdapat delapan jenis penipuan atas klaim BPJS di sejumlah rumah sakit. Kasus pertama, yakni phantom billing atau klaim atas layanan kesehatan yang tidak pernah diberikan. Kedua adalah phantom diagnosis manipulation, jenis kasus yang salah memberikan diagnosis untuk mendapatkan klaim lebih tinggi.

Ketiga yakni self referrals. Keempat merupakan upcoding atau mengubah kode diagnosis atau prosedur sehingga tarif lebih tinggi dari harga seharusnya. Kelima merupakan repeat billing atau klaim yang diulang pada kasus yang sama.

Jenis fraud keenam yakni fragmentation atau pemecahan paket pelayanan dalam episode yang sama untuk mendapat nilai klaim yang lebih besar pada satu episode perawatan pasien. Selanjutnya, fraud ketujuh adalah suap atau gratifikasi dan jenis fraud terakhir ialah iuran biaya. Jenis kecurangan ini berkaitan dengan penarikan biaya dari peserta yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Dugaan fraud terkait klaim dari RS itu ditemukan KPK saat melakukan audit bersama BPJS. Klaim fiktif diduga akal-akalan manajemen dan sejumlah dokter.

“Biasanya pemilik, pokoknya dirut, pokoknya top management, dan beberapa oknum dokter,” jelas Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan.

“Sudah, semua, sebenarnya dari audit analisis BPJS plus kita ke lapangan, pulbaket waktu itu. Jadi sudah digambar semua, siapa perannya apa, sudah jelas,” imbuhnya.

Kemenkes dan KPK memberikan waktu selama 6 bulan kepada rumah sakit untuk mengembalikan seluruh uang hasil klaim fiktif tersebut kepada BPJS. Apabila batas waktu toleransi itu telah selesai, Kemenkes bersama KPK dan BPKP akan melakukan audit secara masif terkait temuan kasus klaim fiktif.

Editor: Ifta

Exit mobile version