Kedaulatan Pangan: Sebuah Alternatif Kebijakan untuk Kesejahteraan

Jakarta, Deras.id – Kedaulatan Pangan diperkenalkan sejak tahun 1996 melalui World Food Summit. Kedaulatan pangan adalah sebuah konsep yang melihat permasalahan pangan secara utuh dari produksi, distribusi hingga konsumsi. 

La via campesina (LVC), organisasi petani dunia, mendefinisikan kedaulatan pangan sebagai “the right of peoples to preserve and develop their own capacity to produce food”. 

Hak masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan kapasitas mereka dalam memproduksi makanan. Kedaulatan pangan adalah sebuah kritik untuk rezim industrialisasi pangan yang menekankan pada produksi pangan sebanyak-banyaknya tanpa melihat petani sebagai entitas profesi yang harus dilindungi dan kemampuan masyarakat dalam membeli produk-produk pertanian tersebut.

Atas dasar ini, kedaulatan memiliki 6 pilar, yakni:

1.       Kebutuhan nutrisi harus tercukupi. 

2.       Pengakuan nilai produsen pangan. 

Kedaulatan pangan mengakui dan mendukung nilai tiap-tiap petani laki-laki maupun perempuan, mereka yang mempraktekkan pertanian keluarga dan skala kecil/menengah (pemelihara ternak, penggembala, nelayan artisanal, masyarakat hutan, masyarakat adat), pekerja upahan di bidang pertanian dan perikanan, termasuk para emigran, dan mereka yang menanam, mengumpulkan, dan mengubah makanan. Kedaulatan pangan menolak kebijakan, tindakan dan program yang tidak mengakui nilainya dan mengancam mata pencaharian dan keberadaannya.

3.       Sistem pangan yang lokal dan terlokalisasi. 

Kedaulatan pangan mendorong interaksi antara produsen dan konsumen, yang seharusnya menjadi pusat proses pengambilan keputusan tentang masalah pangan, mengamankan produsen makanan dari proses dumping dan mendukung pasar lokal. Upaya ini dilakukan untuk melindungi konsumen dari kualitas makanan yang rendah, bantuan makanan yang tidak tepat dan makanan yang terkontaminasi oleh transgenik dan unsur-unsur tidak sehat lainnya. Ini berarti kedaulatan pangan menentang kebijakan, kesepakatan, dan praktik struktural pemerintah yang mengandalkan pasar internasional yang tidak berkelanjutan dan tidak adil serta memberikan kekuatan kepada perusahaan yang tidak bertanggung jawab.

4.       Adanya mekanisme kontrol lokal. 

Kedaulatan Pangan menempatkan kontrol atas sumber daya alam (wilayah, tanah, padang rumput, air, benih, ternak, perikanan) di tangan produsen lokal dan menghormati hak-hak mereka. Mereka mampu mengelola dan berbagi sumber daya tersebut dengan cara yang berkelanjutan dan secara sosial-ekologis, melestarikan keanekaragamannya. Kedaulatan pangan mengakui bahwa wilayah lokal tidak tumpang tindih dengan batas-batas politik dan memastikan hak masyarakat lokal untuk hidup, dan menggunakan wilayah mereka, mendorong interaksi positif para produsen pangan di berbagai wilayah dan sektor, dengan tujuan berkontribusi pada penyelesaian konflik internal atau konflik dengan otoritas nasional dan lokal. Kedaulatan pangan menolak privatisasi hukum sumber daya alam, kesepakatan perdagangan dan rezim hak kekayaan intelektual.

5.       Menghasilkan pengetahuan, keterampilan dan sarana. 

Kedaulatan pangan mendorong sistem penelitian yang tepat yang mendukung pengetahuan, keterampilan, dan sarana lokal. Hal ini didasarkan pada keterampilan dan pengetahuan produsen makanan dan organisasi mereka yang melestarikan, mengembangkan dan mengelola sistem pengumpulan dan produksi lokal, dan mentransfernya kepada generasi mendatang. Pertanian seharusnya dibangun di atas teknologi dan pengetahuan lokal. Kedaulatan pangan menolak kapitalisasi teknologi tersebut, sebagai rekayasa genetika, sehingga mengancam keberadaan pengetahuan tersebut.

6.       Bekerja dengan alam. 

Kedaulatan pangan menggunakan sumber daya alam, dalam sistem pertanian yang terdiversifikasi, mengandalkan metode pertanian dan produksi agro-ekologi dan input rendah. Kedaulatan pangan menolak metode yang menghambat fungsi ekosistem, monokultur, penggembalaan intensif, menghancurkan penangkapan ikan dan proses produksi industri lainnya yang merusak lingkungan dan berkontribusi terhadap pemanasan global.

Untuk mewujudkan pilar-pilar tersebut, negara harus membentuk sebuah kebijakan yang:

1.       Mengakui dan mengimplementasikan hak atas makanan (Right to food). 

2.       Mempermudah petani mengakses sumber daya produktif. 

3.       Mensosialisasikan model produksi agro-ekologi. 

4.       Perdagangan lebih banyak dilakukan melalui pasar lokal.

Penulis: Rea l Editor: Ifta

Exit mobile version