Kasus Unila, Saatnya Mengevaluasi Sistem Penerimaan Mahasiswa Jalur Mandiri

Rektor Universitas Lampung (Unila) karomani menjadi tersangka kasus dugaan suap program penerimaan mahasiswa baru (PMB) tahun 2022 jalur mandiri. Ia diduga memasang tarif Rp100 – 350 juta hingga total lebih dari Rp. 5 millar dengan modus meluluskan calon mahasiswa baru Unila lewat seleksi mandiri. Yang mengejutkan, terungkap di persidangan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang, pada Rabu (14/12/2022) kalau salah satu calon mahasiswa baru tersebut adalah ‘titipan’ Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas).

Penerimaan mahasiswa baru Perguruan Tinggi Negeri, sebagaimana yang dapat dilihat dari dari layanan informasi publik Kemendikbudristek RI, dilakukan dengan 3 cara yakni melalui jalur SNMPTN, SBMPTN dan Jalur Mandiri.

Seleksi Mandiri atau Ujian Mandiri adalah sistem penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia secara mandiri. Pasca pengumuman SBMPTN, masing-masing Perguruan Tinggi Negeri akan menyelenggaralam Seleksi Jalur Mandiri dengan persyaratan dan mekanisme yang disesuaikan dengan ketentuan masing-masing perguruan tinggi. Proses seleksinya, beberapa perguruan tinggi diberi kewenangan seluas-luasnya untuk menentuk kelolosan mahasiswa baru. Dalam hal ini, Perguruan Tinggi Negeri mempunyai otonomi seluas-luasnya untuk menentukan siapa yang berhasil lolos diterima dan siapa yang tidak diterima. Tentu peranan Rektor menjadi sangat dominan menentukan, sebab Rektor adalah penanggung jawab dalam setiap penerimaan mahasiswa baru di perguruan tingginya. Bisa dikatakan proses seleksi seperti ini telah membuka ruang bagi kampus untuk menerapkan praktik transaksional.

Jika semua perguruan tinggi negeri punya penerimaan jalur mandiri, pertanyaannya apakah kasus ini hanya terjadi di Unila saja, atau hanyalah pucuk gunung es dari kasus serupa yang sebenarnya umum terjadi di berbagai Perguruan Tinggi Negeri. Bila demikian, praktik korupsi di perguruan tinggi dari dulu sudah menjadi rahasia umum. Unila cuma apes aja.

Kemendikbudristek sendiri meminta kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa jalur mandiri yang membelit rektor universitas negeri lampung (Unila) Karomani tidak digeneralisir ke seluruh perguruan tinggi negeri (PTN).

Subjektivitas Jalur Mandiri
Jalur Mandiri didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi untuk penerimaan mahasiswa baru (UU PT). Untuk memenuhi permintaan mahasiswa dari masing-masing sekolah, PTN bermaksud menambah jalur tambahan selain SNMPTN dan SBMPTN.

Jalur mandiri pun rata-rata memang ada tes tertulis maupun berbasis komputer. Namun perguruan tinggi berwenang menentukan bentuk sistem pemeriksaan hasil tes. Lain hal dengan SBMPTN, pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh suatu Lembaga Nasional yang memiliki kompetensi dan diberi kewenangan untuk menentukan kelulusan calon mahasiswa. Pada aspek ini, jelaslah jalur Mandiri otonomi kampus sangat besar untuk menentukan kelulusan calon mahasiswa. UU PT sendiri memberikan PTN kebebasan untuk mengontrol seleksi mereka sesuai dengan tujuan lembaga itu sendiri, yang memungkinkan mereka untuk menjadi sangat subjektif dan sering mengabaikan standar kompetensi. Penerimaan mahasiswa di jalur ini seringkali ditentukan oleh preferensi, kekerabatan, dan potensi sumber keuangan keluarga mahasiswa, yang diperparah dengan kouta yang rendah (maksimum 30%) dan jumlah pendaftaran yang masif.

Disinilah timbul celah atau peluang terjadinya penyimpangan dalam proses penentuan kelulusan dengan menabrak norma proses seleksi yang harusnya bersifat fair dan objektif. Apalagi pada fakultas-fakultas favorite seperti Pendidikan Dokter, Teknik, Ekonomi dan sebagainya. Tentu para orang tua berusaha mencari jalan bagaimana cara supaya anaknya bisa lulus dalam penerimaan melalui seleksi mandiri.

KPK telah melakukan penelitian dan evaluasi terkait pendidikan. Nurul Ghufron, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, mengungkapkan proses penerimaan mahasiswa jalur mandiri tidak terukur dan tidak transparan. Menurut Ghufron, jalur penerimaan mahasiswa mandiri bersifat lokal dan tidak akuntabel oleh karenanya korupsi tidak boleh dianggap terjadi.

“karena jalur mandiri ini ukurannya sangat lokal, tidak transparan dan tidak terukur maka kemudian jadi tidak akuntabel. Karena tidak akuntabel, maka kemudian menjadi celah terjadinya tindak pidana korupsi”, jelasnya Ghufron.

Kapitalisme Akademik
Institusi Pendidikan tinggi di Indonesia yang semakin neoliberal turut menyumbang maraknya ulah pelaku intelektual mendorong terjadinya korupsi penerimaan mahasiswa baru PTN. Misalnya, tuntutan pasar untuk menjadi “kampus kelas dunia”, pelimpahan kewenangan negara kepada PTN, Khususnya yang berbadan hukum (PTN-BH), untuk mengelola keuangan sendiri, serta penuturan alokasi dana hibah, membuat banyak PTN mencari alternatif sumber dana untuk selalu berinvestasi demi peningkatan keunggulan institusi. Sheila slaughter dan larry Leslie, cendekiawan Pendidikan tinggi, mengklaim bahwa keadaan ini dapat mendorong kapitalisme akademik.

Budaya pemeringkatan global, yang mendorong universitas untuk terlibat dalam persaingan yang sia-sia untuk meningkatkan daya saing, merupakan faktor lain yang menghambat universitas. Di Times Higher Education, misalnya peningkatan jumlah mahasiswa baru merupakan tanda keberhasilan kampus.

Kemudian, banyak kampus menyediakan pendaftaran berbayar melalui metode terpisah, sering berkali-kali dalam setahun. Menurut penelitian, banyak kampus terkenal di seluruh dunia sengaja menetapkan kouta untuk jalur ini antara 10-15% lebih rendah dari yang seharusnya. Ini berfungsi untuk meningkatkan eksklusivitas dan prestise lembaga serta membuat biaya jalur mandiri lebih mahal dan meningkatkan keinginan masyarakat. Tidak mengherankan jika orang tua dalam keadaan putus asa dan terlibat dalam penyuapan dan jenis pembayaran illegal lainnya. Orang tua dari kelas menengah akan membayar perguruan tinggi untuk mempertahankan status sosial mereka. Sementara itu, orang miskin menyaksikan orang kaya membeli orang kaya lainnya sebagai penonton.

Peristiwa Unila hendaknya benar-benar menjadi pelajaran bagi seluruh PTN dalam proses penerimaan mahasiswa baru, khususnya melalui jalur mandiri. Semua berharap kiranya peristiwa Unila adalah peristiwa pertama dan yang terakhir bagi PTN dalam melaksanakan penerimaan mahasiswa baru. Selain itu, cukuplah kapitalisasi terjadi dalam dunia perdagangan, tidak merambah ke dunia Pendidikan.

Penulis: Ainur | Editor: Reza

Exit mobile version