Surabaya, Deras.Id – Kebijakan uji coba bahan bakar campuran etanol 10 persen atau E10 memicu kegaduhan di sejumlah daerah setelah banyak pengendara melaporkan kendaraan mereka mengalami “brebet”, kehilangan tenaga, hingga mogok mendadak. Keluhan yang muncul sejak beberapa hari terakhir itu kini berkembang menjadi tuntutan agar pemerintah bertanggung gugat atas dampak kerusakan yang ditimbulkan.
Sejumlah komunitas otomotif, mulai dari pengguna motor harian hingga kendaraan niaga, mengaku mengalami gejala serupa setelah mengisi BBM E10 di SPBU yang menjalankan program uji coba tersebut. “Motor jadi tersendat, seperti kekurangan bensin padahal tangki penuh. Padahal sebelumnya normal,” ujar Bagas Pandu Wibowo, salah satu pengguna yang mengalami kerusakan di kawasan Mojokerto, Jumat (29/11).
Keluhan itu memunculkan dugaan bahwa implementasi kebijakan E10 dilakukan tanpa sosialisasi yang memadai dan tanpa standar pengawasan yang ketat. Meski Kementerian ESDM dan Pertamina belum memberikan pernyataan resmi yang detail, tekanan publik terus meningkat, terutama terkait kepastian uji mutu dan keamanan BBM campuran etanol tersebut.
Dorongan Class Action Menguat
Pengamat hukum M. Firman Hadi Suhartono, S.H., menilai situasi ini berpotensi masuk ke ranah gugatan class action apabila kerusakan mesin dan kerugian materiel dialami oleh kelompok masyarakat dalam jumlah besar.
“Jika terbukti ada kerugian nyata yang dialami konsumen akibat kebijakan atau kelalaian pemerintah, maka peluang class action terbuka. Dasarnya adalah tanggung gugat negara atas tindakan pemerintah yang menimbulkan kerugian publik,” ujarnya.
Class action dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta, kerugian, dan pihak yang bertanggung jawab. Dalam kasus dugaan masalah BBM E10, kerugian tersebut meliputi biaya perbaikan mesin, kehilangan produktivitas, hingga risiko keselamatan di jalan.
Pertanggungjawaban Pemerintah Dipertanyakan
Sejumlah pakar menilai pemerintah berkewajiban memastikan kualitas BBM sebelum diedarkan ke publik. Jika uji coba E10 dilakukan tanpa mitigasi risiko yang memadai, hal ini dapat masuk kategori perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat pemerintah.
“Negara wajib menjamin bahwa setiap produk energi yang dipasarkan aman. Bila kebijakan publik menimbulkan kerugian, ada tanggung jawab pemerintah untuk memberikan kompensasi dan pemulihan,” kata dosen hukum administrasi negara Universitas Jenderal Soedirman, Dewi Laksmi.
Pakar otomotif turut menyoroti bahwa tidak semua mesin kendaraan di Indonesia kompatibel dengan etanol 10 persen, terutama kendaraan lama atau yang tidak dirancang untuk bahan bakar berbasis biofuel.
Pemerintah Diminta Transparan
Kelompok konsumen mendesak pemerintah bersikap transparan terkait hasil uji laboratorium, standardisasi, dan mekanisme pertanggungjawaban jika terbukti ada cacat kualitas. Sementara itu, sejumlah lembaga bantuan hukum tengah menginventarisasi laporan masyarakat sebagai bahan kemungkinan langkah hukum.
Hingga berita ini diturunkan, Pertamina belum menyampaikan informasi detail mengenai jumlah SPBU yang menguji coba BBM E10.
Namun tekanan publik terus menguat. Jika kerugian terus meluas dan tidak ada pemulihan konkret, gugatan class action tampak kian tak terhindarkan
Penulis: M. Firman Hadi Suhartono, S.H., CPM Pengamat Hukum
Editor: AgusW
